Menyikapi Pro-Kontra Investasi China

Menyikapi Pro-Kontra Investasi China

Penanaman Modal AMRIZAL, S.Sos(Dinas Penanaman Modal & Pelayanan Terpadu Satu Pintu) 23 Desember 2016 14:43:16 WIB


Sebagian menyatakan kekhawatiran terhadap aliran investasi China, yang dikaitkan dengan penguasaan ekonomi dan banjir tenaga kerja. Ini dipicu perkembangan investasi China belakangan ini yang kian agresif. Berdasarkan data Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi China sepanjang semester I/2016 mencapai US$1,01 miliar. Angka ini adalah lonjakan yang drastis, dari US$160,27 juta pada periode sama tahun lalu. Meski angka yang muncul relatif kecil, realisasi investasi selama paruh pertama tahun ini menunjukkan bahwa investor China — baik swasta maupun BUMN — tampak kian serius.

Negeri itu bahkan menyalip posisi Korea Selatan dan Amerika Serikat. Korsel dan AS pada paruh pertama tahun lalu masuk dalam lima besar negara dengan realisasi investasi terbesar, sedangkan China di peringkat 9. Namun pada tahun ini, China langsung melesat ke posisi 4 besar, Kepala BKPM yang baru, Thomas Trikasih Lembong, mengatakan kecenderungan lonjakan realisasi investasi China itu merupakan sinyal positif bagi perekonomian Indonesia.

Dengan semakin banyak investasi yang berasal dari China diharapkan ketimpangan hubungan perekonomian kedua negara, yang ditandai dengan defisit perdagangan di pihak Indonesia, diharapkan semakin berkurang. Terlepas dari itu, kita melihat bahwa pro-kontra investasi China yang berkembang ke publik belakangan ini agaknya perlu diluruskan. Banyak anggapan bahwa investasi China akan membawa efek negatif karena disertai membanjirnya tenaga kerja dari negeri Tirai Bambu itu. Bahkan kerap informasi mengenai banjir tenaga kerja China ini dicampur-adukkan dengan target kedatangan turis China sebanyak 10 juta orang dalam beberapa tahun mendatang. Informasi yang sifatnya parsial, dan keluar dari konteks, telah mendapatkan tempat sedemikian rupa di sebagian masyarakat karena amplifikasi melalui berbagai saluran media sosial. Perbicangan publik mengenai 'invasi' China melalui perekonomian sudah kerap terdengar, dan seolah mendapatkan momentumnya dengan dimulainya beberapa proyek kerjasama Indonesia-China yang mendatangkan tenaga kerja dari negeri itu.

Kita melihat, beberapa proyek yang terkait dengan sektor energi --pembangunan pembangkit listrik-- serta proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah sektor investasi yang paling banyak disorot sebagai pintu masuk tenaga kerja China.

Ini terjadi, karena ketiadaan informasi yang komprehensif dan akurat terkait dengan berbagai proyek investasi China tersebut, sehingga dengan mudah disalah-mengerti dan terjadi disinformasi yang menyesatkan publik. Padahal, kita tahu, peta perekonomian dunia saat ini sudah berubah sedemikian rupa, di mana sumber-sumber aliran modal pun telah bergeser dari negara-negara di Eropa Barat, Amerika, Jepang dan kini ke China. Dengan ekspansi perekonomian China yang gencar dalam dekade terakhir, negeri itu telah menjadi sumber modal dan teknologi yang baru, yang menjadi pesaing Amerika, Eropa dan Jepang, Oleh karena itu, Indonesia justru perlu memanfaatkan momentum pergeseran geoekonomi global tersebut, untuk menopang kepentingan perekonomian nasional. Dengan kata lain, Indonesia, terutama sebagian masyarakat, tidak perlu mengalami sindroma dan terus-menerus mencemaskan pengaruh negatif investasi China ke Indonesia. Terlebih, pemerintah sendiri memiliki target yang tidak mudah untuk menarik investasi asing --termasuk dari China-- guna menopang pembiayaan pembangunan ekonomi Indonesia. Apalagi, target realisasi tahun ini, yang dipatok sebesar Rp594,8 triliun, membutuhkan kerja keras untuk meyakinkan para investor, termasuk dari China, dengan menyediakan iklim investasi yang lebih kondusif.

Oleh sebab itu, kita tentu berharap pro-kontra investasi China seyogianya justru bisa didudukkan dalam konteks yang produktif. Bahwa Indonesia merupakan tempat yang kondusif bagi investasi asing, dari mana pun uang itu berasal. Justru kita mendesak pemerintah agar menjadikan momentum ekspansi investor China sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan bargaining position dan "power ballance" di kalangan investor global, baik dari Eropa, Amerika, Jepang, Korea maupun China. Kondisi ini, apabila mampu dimanfaatkan dengan strategi yang tepat, justru akan menjadi salah satu instrumen agar masuknya investor asing akan memberikan benefit yang lebih maksimal bagi kepentingan masyarakat dan rakyat Indonesia secara keseluruhan.