Sebab Orang Minang Sukses di Rantau

Artikel () 29 November 2016 13:35:03 WIB


Sebab Orang Minang Sukses di Rantau

Oleh : Teguh Gunung Anggun

 

Sejak pada zaman dahulu, orang Minang memiliki jiwa dagang dan semangat merantau. Dua hal ini sulit dipisahkan dan telah melekat dalam diri serta jiwa masyarakat Minangkabau.

Banyaknya perantau Minang yang sukses menimbulkan banyak pertanyaan, apa kunci membuat orang Minang mampu bertahan diperantauan. Apakah nasib hyang memaksa atau kesuksesan yang mudah dicapai ?

Berdasarkan dari catatan sejarah dan pengalaman para perantau Minang dari beberapa daerah, mulai dari Jakarta, Papua, Bali dan Ambon, mereka mampu bertahan di daerah kepulauan itu karena bisa menempatan diri dan selalu berpedoman pada falsafah yang diwariskan nenek moyang Minangkabau.

“ Dimana bumi dipijak, disitu langik di junjuang “. Falsafah yang mengajarkan perantau Minang untuk dapat beradaptasi dimana ia berada. Tak jarang, perantau Minang gampang sekali untuk mendapatkan kepercayaan karena mampu beradaptasi dan bergaul.

Perantau Minang itu hanya mengandalkan “tulang delapan potong” (hanya mengandalkan apa yang ada ditubuh.red), namun kalau tekad untuk berusaha dan mengubah nasib serta selalu berpegang dengan falsafah Minang, maka pasti ada – ada saja jalan untuk menuju sukses.

Kunci pertama adalah taat ibadah. Perantau Minang yang lahir dalam lingkungan islami, membuat pondasi perantau Minang lebih kokoh, agar tidak mudah pengaruh pergaulan negatif.

Selanjutnya kepercayaan, banyak perantau Minang mendapatkan kepercayaan dari Bapak angkatnya di rantau untuk memegang suatu tanggung jawab. Dan perantau Minang bisa dipercaya.

Berikutnya cepat belajar, hal ini suatu kelebihan dari peratau Minang. Banyak perantau yang mengatakan kalau orang Minang itu hanya 3 hari bodoh diperantauan, setelah itu dia bakal sama dengan orang tinggal disitu 3 tahun.

“Itu karena orang Minang mengandalkan otak dulu baru bekerja” ujar Sekjend Gebu Minang Yulianto Syah Yu.

Kunci berikutnya berani spekulasi. Perantau Minang berani mengambil resiko, itu yang membuat orang Minang yang menjadi pedagang walau dominan pedagang kaki lima.Rata – rata dikota besar Indonesia pedagang kaki lima nya orang Minang, seperti kata orang di depan toko orang tionghoa ada lapak orang Minang.

Kecermatan dalam memilih usaha juga menjadi kunci, selama ini perantau Minang dominan memilih berusaha dibidang makanan dan pakaian. Kedua bidang itu selalu dibutuhkan orang, sampai kapan pun dua bidang itu sangat dibutuhkan.

“Terbukti dengan terkenalnya rumah makan padang. Hampir di seluruh dunia ada rumah makan padang”, kata Jhon Kenedy salah seorang perantau. Tidak hanya itu, perantau Minang banyak bisa sukses karena pintar memimpin. Hal itu terlihat dengan banyaknya perantau asal Minang yang mendapat kepercayaan menjabat di Pemerintahaan meski berada diluar Sumatera Barat.

Tidak hanya menjadi Menteri, bahkan menjadi kepala daerah juga banyak di daerah lain. Sebut saja Muhamad Padang yang menjadi Gubernur Maluku pada perode 1968 – 1973. Kemudian Usman Padang, menjabat sebagai Ketua DPRD Maluku selama tiga periode selama masa Orde Baru.

Pasca reformasi juga masih banyak, seperti Walikota Pekan Baru, Walikota Batam, hingga Anggota DPR. “ Untuk periode 2009 – 2014, ada sekitar 80 orang anggota DPR RI dan DPD RI yang berdarah Minang. Pada hal jatah asal daerah Sumatera Barat hanya 18 orang, yang lain terpilih dari daerah lain ” ungkap Anggota DPD RI Ema Yohana beberapa waktu lalu.

Saking banyaknya perantau Minang, diyakini jumlah perantau Minang lebih banyak dari pada penduduk Sumatera Barat yang menetap dikampung halaman. Untuk di Jabodetabek saja diperkirakan perantau asal Minang mencapai ratusan ribu orang.

Untuk di pulau Bali, perantau Minang mencapai lebih dari 20 ribu jiwa. “Jumlah perantau Minang di pulau Bali, termasuk etnis pendatang terbesar dipulau dewata tersebut” ungkap Ketua IKMS Bali, Adhe Chandra.

Namun belakangan ini banyak muncul pandangan negatif, yang menyebutkan perantau Minang dengan istilah Padang Bengkok. Istilah itu muncul karena ada oknum perantau yang keluar dari jati diri orang Minang yang tidak bisa dipercaya dan suka menipu. (TGA)