Gunung Marapi Sumatera Barat Yang Tak Pernah Sepi

Gunung Marapi Sumatera Barat Yang Tak Pernah Sepi

Artikel () 28 Oktober 2016 10:56:40 WIB


Gunung Marapi merupakan gunung aktif yang terletak dia antara Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam dan Kotamadya Padang Panjang. Namun secara administrasi, Gunung Marapi berada dalam kawasan Kabupaten Agam. Gunung Marapi memiliki ketinggian 2891 meter diatas permukaan laut. Jalur pendakian yang biasa digunakan untuk melakukan pendakian adalah dari jalur Koto Baru.

Pendakian di mulai pukul 16.00 WIB. Dari pos registrasi, menuju pos 1, trek awal yang dilalui akan melewati ladang penduduk setempat. Sepanjang perjalanan kalau bertemu dengan pendaki lain harus saling menyapa dengan panggilan pak atau buk, panggilan ini sudah menjadi ciri khas pendaki Sumatera Barat. Setelah berjalan kurang lebih sekitar 30 menit, ada camp area di sebelah kiri yang biasa di sebut posko BKSDA. Banyak pendaki yang beristirahat sebentar atau bermalam disini dan melanjutkan pendakian besok harinya. Setelah posko BKSDA, akan melewati pintu rimba, yang mana disinilah titik awal jalur pendakian dimulai. Di sebelah kiri jalan terdapat sebuah sumber mata air yang disebut Mata Air Koncek.

Dari pos 1 atau yang biasa disebut dengan lantai 1, akan melewati hutan bambu atau yang disebut dengan Parak Batuang oleh penduduk lokal. Jalanan tanah yang licin dan bebatuan akan menemani perjalanan di jalur ini. Saat injakan kaki berubah dari tanah dan akar menjadi bebatuan, artinya akan tiba di daerah yang disebut dengan Pintu Angin. Dari sini sudah mulai terlihat pemandangan kota Padang Panjang. Terdapat sumber air di tempat ini, sekitar 20 meter di sebelah kiri jalan. Selain itu tempat camp juga tersedia di sebelah kanan. Setelah selesai mengisi perbekalan air minum kami melanjutkan pendakian.

Di cadas kami bertemu dengan teman-teman sesama pendaki, baik dari Sumatera Barat atau pun dari luar Sumatera Barat hingga mancanegara. Cadas merupakan bebatuan yang menjadi leher Gunung Marapi. Ada beberapa jalur air di cadas ini. Jika tidak hujan maka air akan benar-benar sulit. Begitu melewati jalur tenda pendaki lain, mereka akan menawari segelas susu hangat serta makanan ringan yang mereka miliki. Tawaran ini bukan sekedar basa-basi, tapi akan benar-benar diberikan oleh pendaki tersebut. Disinilah akan terasa “Berangkat gak kenal pulang jadi saudara”. Tibanya di cadas pukul 21.00 WIB, kemudian mendirikan tenda dan beristirahat sambil ditemani alunan suara-suara orang hutan Marapi.

Pendakian menuju puncak Gunung Marapi di mulai kembali pada pukul 04.00 WIB. Pukul 05.30 WIB kami tiba di Tugu Abel, merupakan sebuah monumen untuk memperingati kepergian seseorang yang bernama Abel. Tepat di depan mata, dua buah gunung bersanding kokoh yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Tandikek. Jika cuaca cerah, dari sini bisa dilihat kota Padang Panjang dengan pemandangan warna-warni atap rumah penduduknya juga kota Bukittinggi dengan Ngarai Sianoknya, ladang-ladang penduduk yang berjejer rapi di kaki Gunung Marapi.

Tak jauh dari Tugu Abel terdapat sebuah tempat yang sangat luas berukuran kira-kira dua kali luas lapangan sepak bola. Tempat tersebut dinamai Lapangan Bola karena datar dan luas. Material dasarnya yaitu pasir hitam yang berasal dari letusan Gunung Marapi dan bebatuan di sekitarnya. Tak berapa jauh dari tempat tersebut terdapat dua buah kawah, yang satu tidak mengeluarkan asap dan satunya lagi masih aktif. Bau belerang perlahan mulai terasa di dekat kawah tersebut.

Selain dua kawah utama tersebut di titik lain juga terdapat kawah lain yang berukuran lebih kecil. Trek menuju Puncak Merpati lumayan terjal dengan kemiringan sekitar 45 derajat. Di sebelah kanan terdapat jurang dan di sebelah kirinya dua kawah yang kami lewati sebelumnya. Jika cuaca cerah dan tak ada kabut yang menghalangi pandangan, dari Puncak Merpati ini bisa melihat Danau Singkarak, Kota Solok, Gunung Talamau dan Gunung Kerinci dan juga Taman Edelweis.

Jalan menuju Taman Edelweis tak begitu jauh, selama perjalanan kami menjumpai air-air yang menggenang. Airnya jernih dan tidak masalah jika langsung diminum. Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, kami tiba di Taman Edelweis, pandangan kami langsung disuguhi oleh hamparan luas sekumpulan Bunga Edelweis yang sedang mekar. Bunga Edelweis merupakan flora khas puncak pegunungan. Tidak di sembarang tempat bunga ini bisa tumbuh, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya diantarnya ketinggian dan suhu lingkungan. Dalam satu rumpun, terdapat sekumpulan tangkai yang berbunga. Jarak antar kelompok sekitar 2-4 meter, dari kejauhan sungguh tampak mempesona. Meski bunga ini sangat menarik, tapi sangat dilarang untuk memetiknya karena keberadaannya yang langka. Tujuannya jelas, agar bunga ini tetap lestari dan dapat dinikmati generasi seterusnya, “Hanya orang egois yang memetik Edelweis”. Taman Edelweis sendiri berbatasan langsung dengan Hutan Larangan. Sebenarnya masih ada satu puncak lagi di Gunung Marapi ini, yaitu Puncak Garuda. Tapi karena jaraknya yang lumayan jauh dan kabut belerang yang sudah naik, kami memutuskan untuk tidak kesana. Berlama-lama di puncak, tidak ada rasa bosan sedikitpun. Mungkin kalau tidak karena berelang sudah naik, kami tidak akan kembali ke tenda. Sampai ditenda kami istirahat dan memulihkan tenaga agar besok harinya fit kembali saat turun. Saat turun jangan tinggalkan sampah sedikitpun, karena gunung bukan tempat sampah.

Jangan mengambil apapun kecuali gambar.
Jangan meninggalkan apapun kecuali jejak.
Jangan membunuh apapun kecuali waktu.

Sebagian isi dari artikel dikutip dari Traveloka.com (***/ Dodi Syah Putra Malin Marajo)