Mencari Konsep Pariwisata yang Ideal

Artikel () 27 Juni 2016 08:40:32 WIB


Oleh : Arzil

Menjadi daerah yang memiliki potensi wisata yang banyak, mulai dari laut, pantai, pergunungan dan lainnya, bakal menjadikan Sumatera Barat (Sumbar) sebagai syurga wisata dan sayang untuk dilewatkan. Namun bagaimana cara pengelolaannya yang baik sekaligus menjadi sumber devisa.

Tampaknya ini yang masih diramu Pemprov Sumbar hingga saat ini. Seperti pendapat berbagai pihak menilai Provinsi Sum­bar belum siap bersaing dalam bidang pariwisata. Bahkan selama ini kabu­paten kota maupun pro­vinsi seakan tidak punya arah kebijakan pariwisata yang jelas.

Jadi pertanyaan, benarkah Sumbar belum siap membangun sektor pariwisatanya ? Ataukah isu menyangkut belum siap dan belum jelasnya pengembangan pariwisata Sumbar itu sekedar kabar petakut pada wisatawan, atau ada hal lain dibalik itu.

Sebagai masyarakat Sumbar harusnya bisa berfikir lebih jernih lagi. Taruhlah konsep pengembangan wisata Sumbar memang belum jelas, sebaiknya mari masyarakat Sumbar bersama-sama memikirkan bagaimana pariwisata di daerah ini bisa maju dan mampu menggalahkan daerah lain di Tanah Air itu.

Janganlah membangun sikap pesimistis terhadap apa yang dilakukan pemerintah provinsi dalam memajukan sektor pariwisata ini. Sebaliknya, secara bersama-sama mengelola kawasan wisata itu agar bisa dikunjungi banyak wisatawan.

Setidaknya saya sependapat apa yang disampaikan pemerhati pemerhati pari­wisata Sumbar, Sari Lenggogeni. Penilaian dia, jika benar Sumbar ingin mengangkat pariwisata sebagai modal kekuatan ekonominya dalam menghadapi pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN, daerah Sumbar mempertegas konsep pengembangan pariwisatanya.

Ditilik dari pendapat Sari Lenggogeni itu,  ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Pemprov Sumbar, yaitu seg­mentasi wisata, target pasar, produk dan posisi Sumbar dalam bidang pariwisata.

Selain itu, pemprov juga harus matangnya perencanaan RIPDA-nya. Sebab dari pengamatannya hanya baru beberapa daerah di Sumbar yang punya RIPDA, Master­plan, RDTR dan siteplan pariwi­satanya.

Masalah lainnya yang masih dirasakan, yaitu imple­mentasi pemasaran yang masih belum terarah, masih rendahnya inovasi pemberdayaan lingku­ngan dan pengukuran dampak ekonomi yang belum terdata dengan baik.

Ini bisa dilihat dari apa yang akan kita tawarkan untuk pari­wisata di Sumbar, apakah des­tinasi wisata alam, kuliner, edu­kasi, olahraga, bisnis atau budaya. Konsep ini yang harus diper­jelas.

Selain itu kita juga perlu memasang target untuk pasar wisata yang ingin dituju, atau wisatawan apa yang ingin diun­dang ke Sumbar, apakah wista­wan mancanegara atau wisatawan domestik. Karena dari 10 desti­nasi prioritas Sumbar tidak masuk.

Dari pengamatan yang ada, sejauh ini, yang berwisata di Sumbar yaitu wisatawan yang mengunjungi Sumbar tidak sam­pai 24 jam atau dalam artian wisatawan lokal. Kalau pun ada yang datang ke Sumbar, itu hanya perantau yang pulang kampung.

Sementara di sisi lain, Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit pernah menyampaikan bahwa menanggapi kondisi ini, Pemprov Sumbar dilihat sudah menyiapkan kerangka bahkan program kerjanya dalam melakukan pengembangan wisata di Sumbar.

Dapat dilihat, ada beberapa hal yang menjadi hal penting dilakukan Pemprov Sumbar untuk sektor pariwisata itu. Diantaranya, pengembangan pariwisata Sumbar ke depan akan dimulai dengan penyusunan perencanaan yang matang yang melibatkan stakeholders dan pemerintah kabupaten kota.

Dikatakan Nasrul Abit saat itu, pro­ses penyusunan perencanaan akan bersifat bottom-up dimana pemerintah kabupaten kota yang memiliki potensi pariwisata dan hendak mengembangkan potensi tersebut diminta untuk menyusun konsep wisata setiap daerah lima hingga 10 tahun ke depan.

Kemudian akan dieva­luasi oleh provinsi dan digodok untuk dituangkan ke dalam ren­cana pengembangan pariwisata provinsi lima tahun ke depan.

Terkait penyusunan rencana pengembangan ini, akan dije­laskan batas wewenang antara provinsi dan kabupaten kota agar tidak saling tumpang-tindih dalam eksekusi dan pelaksanaan pengembangan pariwisata nan­tinya.

Pemprov Sum­bar juga akan memudahkan dan meng­akomo­dir kebutuhan-kebutuhan in­vestor menyangkut perizinan, tanah, dan lahan. Sebab informasi yang beredar, Sumbar merupakan daerah nomor dua setelah Madura di wilayah Indonesia yang paling sulit soal pengurusan tanah, hal ini sudah menjadi momok dima­na-mana.

Mendapati hal itu, Nasrul Abit sempat menyebutkan akan minta dukungan seluruh bupati wali­ kota, niniak mamak dan seluruh unsur lapisan masyarakat untuk bersama-sama memikirkan, mem­perhatikan dan membenahi pariwisata di Sumbar.

Tidak  hanya konsep, masalah lahan, dan target pasar serta pengunjung saja yang harus dipikirkan dan diatas Pemprov Sumbar bersama pemkab dan pemko. Hal yang dianggap urgen yakni keamanan lokasi wisata pun menjadi fokus penanganan.

Sebab cukup banyak dari wisatawan yang datang ke objek wisata di kabupaten kota di Sumbar terganggu ulah dari aksi premanisme di kawasan yang seyogyanya bisa menghadirkan rasa nyaman pada pengunjung. 

Tak dipungkiri,  aksi pemalakan atau premanisme di kawasan wisata itu,  tidak hanya terjadi di Sumbar saja, namun juga terjadi di objek wisata di daerah lain. Hanya saja kita perlu juga berpikir, bahwa pratik semacam itu, tidak akan muncul apabila tidak penyebabnya.

Entah itu lahan yang dulunya tempat mereka berjualan digusur paksa oleh pemerintah setempat, atau tidak adanya kesempatan bagi mereka untuk mendapat pembinaan bagaimana mengelola tempat berdagang yang disukai wisatawan. Atau bisa juga sikap arogansi pemerintah dan juga Sat Pol PP saat melakukan pengamanan dan penertiban di lokasi wisata.

Bisa kita maklumi, akumilasi dari kekecewaan dan kekesalan masyarakat itu berujung pada aksi pemalakan atau premanismen terhadap pengunjung tempat wisata.  Untuk menekan aksi yang muncul itu, tindakan represif yang dilakukan pemerintah setempat jelas akan menimbulkan ekses baru lagi.

Untuk itu, perlu dipikirkan cara baru bagaimana mengantisipasi aksi premanisme di kawasan wisata. Misalnya, bagaimana tadinya pelaku-pelaku aksi pemalak itu dibina sekaligus mencarikan cara baru agar mereka bisa juga mendapat rezeki di lokasi wisata itu tanpa menganggu keamanan dan kenyamana tempat wisata.

Kemudian meminta Satpol PP yang sering melakukan penertiban agar tidak arogan tetapi selalu mengutamakan sikap persuasif dan humanis dalam melaksanakan tugas. Mengingat pasukan penegak peraturan ini senantiasa berhadapan dengan masyarakat sehingga rentan terjadi gesekan.  (***)