Satu Petani Satu Sapi

Artikel Yongki Salmeno(Yongki Salmeno) 27 Oktober 2015 17:28:31 WIB


Sebanyak 60 persen penduduk Sumatera Barat adalah petani. Sebagian besar aktifitas kehidupan ekonomi masyarakat Sumatera Barat adalah di sektor pertanian, baik di hulu maupun di hilir. Hal ini juga tergambar dari data Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumatera Barat tahun 2014. PAD terbanyak sebesar 24,06 persen berasal dari Pertanian, kehutanan dan perikanan. Lainnya 4,48 persen dari pertambangan, 11, 39 persen dari industri dan 15,36 persen dari perdagangan.

Karena itu pintu masuk utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat adalah upaya meningkatkan kesejahteraan petani. Untuk meningkat kesejahteraan petani tersebut Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menggulirkan program Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP).

Program GPP disasarkan atas fakta bahwa 1. Rata-rata keluarga petani di Sumatera Barat hanya memiliki 0,3 hektar lahan, 2. Jam kerja rata-rata petani hanya 3 sampai 4 jam per hari, 3. Masing-masing keluarga petani hanya mengusahakan satu jenis komoditi saja (umumnya padi). Dalam kondisi demikian tentu saja sangat susah bagi mereka untuk meningkatkan taraf kehidupan ekonominya.

Di Minangkabau sejak dulu sudah terkenal idiom : ”Padi manguniang, jaguang maupiah, ikan mambangkik, taranak bakambang biak.” Intinya masyarakat petani di Minangkabau sejak dulu tidak hanya mengandalkan satu komoditi saja untuk menopang hidup mereka. Selain menanam padi mereka juga berkebun, memelihara ikan dan hewan ternak. Dalam ilmu pertanian pola tani seperti itu dinamakan mix farming.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai salah satu Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) mendukung program GPP dengan Program Satu Petani Satu Sapi (SPSS). Program SPSS digulirkan untuk mengantispasi asumsi-asumsi di atas sehingga petani tidak hanya mengupayakan satu komoditi saja, menambahkannya dengan komoditi peternakan yaitu sapi. Program ini telah dimulai sejak September 2011.

Dengan memelihara seekor sapi setiap KK petani, ini juga berarti bahwa setiap petani memiliki “pabrik pupuk” sendiri yaitu berupa pupuk organik. Pupuk kandang/pupuk organik sangat bermanfaat karena mampu memperbaiki kesuburan dan struktur tanah, namun tidak berdampak negatif terhadap kesehatan manusia seperti pada pemakaian pupuk kimia. Selain itu penggunaan pupuk kandang akan mengurangi biaya produksi petani karena harga pupuk kimia lebih mahal dan selalu disubsidi oleh pemerintah. Pemeliharaan sapi menguntungkan bagi petani karena usaha ini tanpa biaya (zero cost), makanan sapi bisa diperoleh dari limbah pertanian.

Ada beberapa bentuk kegiatan yang tercakup dalan program SPSS, diantaranya : Pengembangan agribisnis peternakan sapi potong, Pengembangan Ternak sapi untuk menunjang percepatan pembangunan daerah, Pengembangan sapi potong pada kawasan sentra produksi, Integrasi tanaman dengan sapi, Penyebaran sapi pada kawasan terpadu, Pengembangan ternak lokal untuk peningkatan ekonomi nelayan, Penumbuhan usaha ternak sapi lokal untuk masyarakat pesisir dan sejumlah komponen program lainnya.

Karena APBD Provinsi Sumatera Barat terbatas, maka dana untuk program ini berasal dari berbagai sumber, dintaranya APBN, Kredit Program oleh Perbankan, Kemitraan dan investasi. Dana APBD yang telah disalurkan melalui program SPSS hingga akhir 2014 telah mencapai Rp 97 miliar dengan jumlah ternak yang disebar mencapai 8.391 ekor yang diterima oleh 540 kelompok tani ternak dan 10.800 KK tani penerima manfaat. Dana APBN yang telah disalurkan hingga tahun 2015 mencapai Rp 157 miliar dengan jumlah ternak 8.885, diserahkan kepada 318 kelompok penerima, terdiri dari 6.360KK penerima manfaat.

Dana yang dikucurkan oleh Perbankan melalui kredit program untuk SPSS berupa Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE). Penyaluran KKPE melalui Bank Nagari hingga April 2015 mencapai 131,707 miliar, dengan jumlah ternak sebanyak 9.879 ekor. Sedangkan untuk KUPS dana yang telah disalurkan berjumlah 64,392 miliar dengan jumlah ternak 6.060 ekor. Total jumlah kelompok yang telah difasilitasi melalui kredit program adalah 1.108 kelompok, meliputi 12.160 KK petani dengan jumlah ternak sapi 15.939 ekor.

Program SPSS berupa kemitraan Integrasi Sawit dengan Sapi telah berjalan. Program ini telah dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan sawit seperti Tidar Kerinci Agung (TKA) dengan populasi sapi 1200 ekor, PT. Bakrie Pasaman Plantation dengan populasi sapi 120 ekor, serta PT Wilmar Group dengan jumlah ternak 300 ekor.

Bantuan yang diberikan hanya bersifat stimulan dan diharapkan di replikasi oleh masyarakat, badan-badang usaha lain, perantau, melalui baitul mal, organisasi, dan lembaga lainnya. Integrasi sapi dan kelapa sawit yang telah dilaksanakan di beberapa perusahaan telah terbukti berkembang dengan pesat, karena rata-rata perkebunan sawit meliki areal yang cukup luas dan makanan sapi berupa rumput lapangan tersedia melimpah. Diharapkan perkebunan sawit lainnya juga mengikuti dan belajar dari keberhasilan perkebunan sawit yang telah terlebih dulu memulainya.

Partisipasi perantau juga sangat diharapkan. Jika sebelumnya perantau berkirim uang untuk membangun kampung dalam bentuk hibah, dengan adanya SPSS bisa ditambah dalam bentuk investasi. Perantau bisa berinvestasi di kampungnya adalam bentuk seduaan (bagi hasil) peternakan sapi. Sistem seduaan sudah lama dikenal di Sumatera Barat. Investasi seduaan sapi juga bisa dilakukan melalui koperasi organisasi profesi, sekolah, atau kantor dan lembaga.

SPSS pada dasarnya merupakan sebuah gerakan agar petani memelihara atau memiliki sapi. Jumlahnya bisa satu ekor atau lebih. Program ini telah terbukti meningkatkan laju pertumbuhan sapi di Sumatera Barat menjadi lebih dari 200 persen serta berdampak positif dan bersinergi ke berbagai sektor.

Program ini memang tak seperti mercu suar atau menara gading, karena ia terletak nun jauh di pelosok-pelosok desa. Namun dengan adanya sapi di tangan petani, mereka memiliki rasa percaya diri dan posisi tawar yang lebih tinggi. Pengalaman masa lalu telah membuktikan, di Minangkabau biasanya jika suatu saat petani butuh uang dalam jumlah cukup besar seperti biaya masuk kuliah anak, kenduri, membangun rumah, mereka bisanya mengandalkan tabungan mereka berupa sapi, tidak perlu menggadaikan sawah atau ladang seperti yang sering terjadi akhir akhir ini. Lalu mereka terjerumus menjadi buruh tani di lahan miliknya dan makin lama makin sengsara.

Keseriusan perhatian pemerintah untuk mensejahterakan petani sudah terlihat jelas dan cukup besar dana yang dikucurkan untuk itu. Jika petani bekerja dengan bersungguh-sungguh dan ingin memperbaiki kehidupannya pastilah ia akan berhasil, pemerintah sifatnya hanya memberi stimulan. Seperti firman Allah dalam QS 13:11, Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya. ***