Pengusaha Demi Aka
Artikel Yongki Salmeno(Yongki Salmeno) 12 Februari 2015 07:42:03 WIB
Mungkin tak banyak yang tahu bahwa PT. Sutan Kasim dan PT. Suka Fajar grup awalnya dirintis dan didirikan oleh dua orang anak desa yang tidak tamat sekolah dasar (SD). Perusahaan tersebut adalah dealer Mitsubishi dan suku cadang kendaraan bermotor terbesar di luar pulau Jawa. PT. Suka Fajar grup memiliki belasan cabang, baik di dalam wilayah Sumatera Barat maupun Riau, Jambi dan Lampung serta memiliki sekitar 1000 karyawan. Didera hantaman badai dan gelombang serta berbagai perubahan, namun PT. Suka Fajar grup tetap eksis hingga kini, malah makin maju dan berkembang.
Dua tokoh perintis perusahaan tersebut adalah H. Sutan Kasim (alm) dan H. Muhammad Rani Ismail. Keduanya berasal dari Kampung Cimparuah Pariaman. Ibarat sebuah pesawat, H. Sutan Kasim adalah pilot, H. M Rani Ismail adalah co. pilotnya. Sutan Kasim adalah adik dari ayah Rani Ismail yang bernama Sutan Ismail. Namun Sutan Ismail meninggal dunia sejak Rani Ismail berusia 8 tahun. Lalu di saat berusia 14 beliau tinggal dan bekerja pada Sutan Kasim. Bagi Rani Ismail, Sutan Kasim adalah segala-galanya, ayah, bos, guru sekaligus sahabat.
Awalnya sejak berumur 9 tahun Rani Ismail bekerja membantu adik ibunya (mak Etek Pakiah Salih) bekerja di warung kopi miliknya sebagai pelayan warung. Bagi Rani bekerja sebagai pelayan warung kopi ini merupakan tonggak sejarah yang sangat berarti dalam perjalanan karirnya. Sedangkan Sutan Kasim memulai karirnya sebagai pedagang sapi di Pariaman.
Sutan Kasim kemudian hijrah ke Padang dan mulai merintis usaha bisnis barang bekas. Tak puas sampai di situ, tokoh visioner dan memiliki naluri bisnis yang tajam ini lalu mengembangkan usahanya dengan membuka toko sepatu di Pasar Kampuang Jao (kini Pasar Raya Padang). Toko ini diberi nama toko Fajar. Di sinilah Rani Ismail yang saat itu berusia 14 tahun bergabung, ditempa dan menimba ilmu bisnis dari Sutan Kasim, dan Kampuang Jao sekaligus ia jadikan sekolah alam.
Sutan Kasim dan Rani Ismail nampaknya memang berjodoh dalam berbisnis, toko Fajar saat itu laris manis dan berkembang pesat. Sutan Kasim lalu mengembangkan lagi usahanya dengan mendirikan sejumlah toko lain. Tahun 1973 Sutan Kasim membuat gebrakan baru, beliau masuk ke usaha otomotif dengan membeli usaha perbengkelan NV Tampubolon yang terletak di Purus. Bengkel milik Calvin Bismak Tampubolon yang berdiri sejak tahun 1950 ini memang sudah lama terlantar.
Perusahaan ini kemudian diganti namanya menjadi PT. Sutan Kasim. Presiden Komisaris dijabat oleh H. Sutan Kasim, Presiden Direktur Zairin Kasim dan Direktur H. M. Rani Ismail. Saat itu perusahaan seperti mendapat ”darah segar” yaitu dengan masuknya putra Sutan Kasim, Drs. Zairin Kasim yang telah menyelesaikan studinya di Fakultas Ekonomi Unand dan dilanjutkan ke Jerman. Berikutnya juga diperkuat oleh Moyardi Kasim (alm), lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB). Berbeda dengan perintisnya H. Sutan Kasim dan H. M. Rani Ismail yang tidak tamat Sekolah Dasar.
Kisah nyata yang luar biasa tersebut saya kutip dari buku otobiografi ”Sosok Pengusaha Demi Aka” yang ditulis langsung oleh pelakunya H. M. Rani Ismail. Buku tersebut diluncurkan Rabu (28/01/2015) bersamaan dengan peresmian PT. Moris Karya Perkasa di Padang. Acara tersebut juga dihadiri oleh sejumlah tokoh diantaranya Basril Djabar, Rektor Unand Prof Werry Darta Taifur, Rektor Bung Hatta Prof Dr Niki Lukviarman, Prof Syukri Lukman, Prof. Marlis Rahman, Budi Syukur, Buya Mas’oed Abidin, Sawir Thaher, Drs. Zairin Kasim dan sejumlah tokoh penting lainnya. Basril Djabar yang mengusulkan agar buku itu ditulis sebagai bahan pelajaran dan teladan bagi generasi mendatang, sekaligus untuk memotivasi tumbuhnya pengusaha-pengusaha baru di Sumatera Barat.
H.M. Rani Ismail memang diakui pandai bergaul dan banyak akal. Ia bisa dekat dengan siapa saja, mulai dari masyarakat kecil hingga pejabat tinggi. Dalam bergaul dengan banyak orang tersebut beliau melakukan pendekatan kekeluargaan, begitu juga dengan karyawan. Yang terlihat khas dari beliau adalah, selalu terlihat bersemangat dan gembira. Hal itu menyebabkan beliau makin disenangi dan mudah bergaul dengan banyak orang. Menurutnya hal itu pula yang ia andalkan dalam menjalankan bisnis.
Seperti disampaikan Hasril Chaniago, editor otobiografi Rani Ismail, umumnya masyarakat mengelola perusahaan dengan ilmu yang dipelajarinya di perguruan tinggi (akademi), tetapi Sutan Kasim dan M. Rani justru tidak tamat sekolah dasar mampu mendirikan perusahaan sebesar PT. Suka Fajar. Ilmu yang digunakan bukan ditimba dari akademi, tapi demi aka (akal).
Hasril Chaniago mengatakan bahwa H. M. Rani Ismail adalah pengusaha yang berciri Minang banget. Cirinya adalah cerdik dan umumnya adalah pedagang. Pedagang dalam bahasa kerennya saat ini disebut distributor. Artinya dia tidak memproduksi barang, tapi hanya bertindak sebagai penjual (distributor). Hal ini merupakan suatu strategi yang cerdik dalam berbisnis karena distributor akan terhindar dari biaya produksi dan investasi yang besar serta berbagai resiko lainnya.
Namun terlepas dari semua itu, Rani Ismail bersama PT. Suka Fajar grup telah berhasil menjadi yang terbaik dan melakukan hal yang terbaik. Ribuan lapangan kerja menjadi terbuka, ribuan keluarga terayomi oleh kegiatan usaha yang mereka lakukan.
Apa yang telah dilakukan Sutan Kasim dan Rani Ismail menjadi contoh bagi generasi yang akan datang. Meski tidak memiliki ijazah satu pun, tapi menggunakan akal, daya fikir, semangat dan ide-ide cemerlang, mereka bisa membangun perusahaan besar seperti itu. Generasi berikutnya seharusnya bisa membangun usaha lebih baik lagi karena ilmu pengetahuan dan teknologi makin berkembang.
Hal yang sama juga menjadi kerisauan pemilik dan pendiri PT. Singgalang Pers H. Basril Djabar, ”Ayo mari bangkit generasi muda, mari kita bangun Sumatera Barat,” ujarnya. ”Tak lama lagi kami-kami yang sudah tua ini akan pulang ke kampung akhirat, siapa lagi yang akan menggantikan?” lanjutnya. (Irwan Prayitno)