Industri Kerajinan Kreatif

Artikel () 30 Oktober 2014 02:11:52 WIB


Yuni Syukur

 Penyuka batik, pasti tidak akan melewatkan keinginan memiliki batik tanah liek, batik khas Ranah Minang. Batik ini memiliki corak atau motif yang berbeda dari batik lainnya di Tanah Air.

Pastinya batik ini sangat menarik. Penasaran? Cobalah kunjungi Batik Tanah Liek Citra Monalisa di Jalan Sawahan Dalam 33, Padang. Di sana, tersedia beragam motif cantik khas batik tanah liek. Tinggal memilih sesuai selera dan dibawa sebagai buah tangan, pulang berwisata dari Ranah Bundo Kanduang.

Pemilik usaha batik ini, Wirda Hanim merupakan salah seorang yang turut mengembalikan kejayaan batik tanah liek yang mulai punah. Beberapa waktu lalu, batik tanah liek boleh dibilang tidak lagi dikembangkan dibuktikan dari temuan Wirda saat pulang menghadiri pesta adat di kampungnya, Sumanik, Kabupaten Tanah Datar.

Saat itu, tahun 1994, para pria dan wanita menggunakan kain batik untuk selendang adat. Batik yang dipakai itu terlihat sudah kusam dan retak-retak, sehingga penggunanya sangat berhati-hati memakai batik tersebut.

Melihat itulah, Wirda  berniat mengembangkannya. Bak kata pepatah Minang, mambangkik batang tarandam. Tidak membuang waktu, dia mulai mengumpulkan selendang adat tersebut. Memindahkan motifnya dan juga mengembangkan motif lain dengan corak khas Minang, kaluak paku, kuciang lalok, kabau padati dan lainnya. Juga ada motif modifikasi.

“Lebih kurang enam bulan saya membuat motif-motif itu sampai suatu ketika teman saya memberitahu Ibu Zuraida Hasan Basri Durin, isteri Gubernur Sumatera Barat saat itu membuka pelatihan batik. Saya pun mendaftarkan diri ke sana, tapi saya harus membayar sendiri, karena yang dianggarkan cuma untuk 10 orang Solok dan 10 orang Pesisir,” ceritanya lagi.

Tak puas dengan pelatihan yang didapatkannya, Wirda kemudian belajar ke Yogyakarta. Ia tidak bisa berlama-lama di sana, karena usaha bordirnya dengan 20 orang karyawan tidak ada yang mengawasi.

Akhirnya, diajukannya permohonan ke Balai Batik untuk membawa guru ke Padang. Singkat cerita, guru pun datang. Namun hasilnya tidaklah memuaskannya, karena ternyata sang guru bukanlah orang profesional di bidang batik.

Meski kecewa, ia tidak pernah putus asa. Dia terus mencoba dan mencoba dengan memberdayakan lima karyawannya. Hasil kerja otodidaknya itu akhirnya membuahkan hasil, sehingga kini bisa dinikmati banyak orang. “Alhamdullilah, lama kelamaan, saya berhasil membuat batik, meski menghabiskan dana yang banyak dan waktu yang panjang,” katanya mengenang.

Berkat kegigihannya mengembangkan batik tanah liek, berbagai penghargaan pun di raih wanita 73 tahun ini. Pada 2006 silam, Wirda meraih Penghargaan Upakarti dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Usaha batiknya pun telah berkembang hingga ke mancanegara, karena beberapa waktu lalu pernah mengikuti pameran di Afrika Selatan dan Kepton atas sokongan PT Pertamina sebagai bapak angkat usaha yang hingga kini terus dikembangkannya.

Setiap ada kegiatan pemerintahan, terutama kegiatan kaum ibu, maka Batik Tanah Liek Citra Monalisa tidak ketinggalan diikutsertakan dan dikunjungi. Para ibu-ibu pejabat juga membeli batik khas ranah Minang ini untuk dibawa mereka kembali ke daerah mereka masing-masing. Wirda mengakui, kepopuleran usahanya itu juga atas bantuan pemerintah daerah, terutama Ny. Zuraida Hasan Basri Durin yang mengharuskan kepada ibu-ibu Dharmawanita dan Bundo Kanduang memakai kain batik tanah liek saat menyambut tamu-tamu yang datang ke Sumatera Barat.

Akan halnya, nama tanah liek tidak terlepas dari penggunaan tanah liek (liat) sebagai pewarnaan dasar bahan batik, sebelum diberikan beragam motif penuh makna dari negeri Bundo Kanduang ini. Tidak hanya itu, kini Wirda pun mengembangkan batik tanah liek dengan memberikan pewarna dari tumbuh-tumbuhan, sehingga warna batik tanah liek tidak lagi coklat laksana tanah, tapi sudah beragam sesuai warna-warna alami tumbuhan tersebut. Gimana, anda tertarik? Silahkan kunjungi saja usaha batik ini.(*)