AZIZ ROSIHAN DULU DITUDUH GILA KINI JADI TELADAN

Artikel Pinto Janir(Pinto Janir) 23 September 2014 06:13:26 WIB


Bukan itu saja, orang rumah saya ikut-ikutan menyangka saya dan mengatakan saya sudah gila. Kata istri saya, alah tu mah Da, ijan dikumpuakan juo jerami tu lai.Panggang se lah lai Da. Lah banyak urang mangecek-an uda iko ha, kata istri saya seraya menaruh tunjuk di keningnya….

 

Ia pernah dituduh gila oleh orang rumahnya sendiri serta para petani di lingkungannya Jorong Talago kanagarian VII Koto Talago kecamatan Guguk kabupaten 50 kota. Azwir Rosihan ayah dua anak dan satu istri ini mengikuti SLPHT pada tahun 2000. Bagaimana stori ke-PHT-an Aziz Rosihan (62) yang akrab dipanggil dengan Pak Jis ini? Bahkan berkat PHT, Pak Jis menemukan suatu penemuan baru dan langka yang akan dihakpatenkannya….

Inilah kisah petani yang dipanggil Pak Jis itu.

“ Biasanya jerami dipanggang. Dibakar dibakar di tengah sawah. Oleh saya, sejak mengikuti SLPHT, jerami itu saya lunggukkan. Saya sungkup dengan plastik hitam. Orang bertanya, apa yang saya buat, saya jawab, saya membuat pupuk. Sebalik orang tertawa. Kata mereka, dek urang jerami dipanggang, dek inyo jerami nyo salimuti jo plastik.

Bukan itu saja, orang rumah saya ikut-ikutan menyangka saya dan mengatakan saya sudah gila. Kata istri saya, alah tu mah Da, ijan dikumpuakan juo jerami tu lai.Panggang se lah lai Da. Lah banyak urang mangecek-an uda iko ha, kata istri saya seraya menaruh tunjuk di keningnya….

Sewaktu kompos baru berusia 3 minggu, belum jadi-jadi benar, masih utuh serat jeraminya, kompos itu sudah saya serakkan ke tengah sawah. Saya tanami di atas itu benih padi. Tak lama kemudian benih yang saya tanam itu tumbuh sudah. Tapi entah mengapa, tumbuhnya bukan menghijau, melainkan menguning.

Padahal, setelah mengikuti SLPHT, saya ingin benar menjadi contoh atau panutan bagi petani lain. Apa kata orang nanti bila hasil tanam saya seperti itu? Apo lo inyo kadicontoh, padi e se manguniang indak subur bagai doh!

Malu saya. Malu benar saya jadinya.

Tanpa sepengetahuan petani yang lain, diam-diam saya ambil zirit kabau yang kering saya campur dengan pupuk urea. Perlu diketahui, pemakaian pupuk urea adalah melanggar prinsip PHT. Tapi, tetap saja saya tidak mau bila hasil padi saya buruk. Salah saya sendiri, karena kompos jerami yang saya gunakan untuk pupuk belum sempurna benar jadi pupuk kompos. Bibit padi yang saya tanam tumbuh di atas jerami itu, bukan di atas jerami yang sudah menjadi pupuk, makanya ia menjadi kuning.

Mati-matian saya memberi benih padi saya itu dengan pupuk urea campur zirit kabau masik. Lama ke lamaan akhirnya padi saya menghijau kembali. Setelah itu saya kembali ke urea lagi, kompos saya tinggalkan.

Tak lama setelah itu sawah dan kampung halaman sudah saya tinggalkan. Pengolahannya saya serahkan kepada orang rumah. Saya pergi merantau ke Jakarta lalu ke Lampung. Dari petani saya beralih profesi menjadi potografer. Saya belajar memotret dari mamak saya yang waktu itu kerja di Deppen. Saya lulusan D1 IKIP Padang. Pernah juga terpanggil menjadi guru tahun 1982, SK penempatan saya di NTT. Tapi SK itu tidak saya turut.

Ya begitulah, kehidupan saya. Pada tahun 2005 saya kembali ke kampung halaman. Sejak itu saya konsen dan fokus untuk bertani.

Kemudian Pak Jasmir salah seorang penyuluh pertanian memanggil saya untuk mengikuti Program Penyuluh Swadaya. Setelah mengikuti program itu saya dirikan organisasi penyuluh yang saya namai Penyuluh Swadaya Berhadiah Surga (PSBS). Banyak juga anggotanya, ada sekitar 35 orang.

Mengapa saya namakan Penyuluh Swadaya Berhadiah Surga? Karena anggotanya tak digaji. Tugas anggotanya adalah memberikan pengetahuan kepada sesama petani. Kalau pengetahuan bermanfaat diberikan secara tulus dan ikhlas maka hadiahnya langsung dari Tuhan Allah, yakni surga.

Kami memberikan penyuluhan hingga ke berbagai pelosok nagari yang tak ditempuh orang banyak, seperti daerah Mahat, Sungai Mangkirai Suliki, Tulanganau, Sungai Naniang hingga Muaro Gunuang. Kerja kami ya menyuluh itu saja.

Sementara, saya pribadi memiliki lahan sawah sebanyak setengah hektar dan saya pegang gadai sawah sebanyak 4 piring. Di atas lahan sawah saya kembali murni saya tanamkan konsep PHT. Alhamdulillah sukses. Bila dulu dituduh gila, kini saya jadi tempat bertanya bagi petani lain dan menjadi teladan bagi mereka.

Manfaat PHT yang saya rasakan adalah biaya produksi yang rendah, tetumbuhan atau bahan untuk pengendalian hama mudah didapat. Semua ada di sekeliling kita. Kemudian, konsep PHTsangat ramah lingkungan. Ajaran PHT gampang digunakan dan tak berisiko.

Ajaran PHT adalah membentuk sikap petani yang pintar dan kreatif serta bijaksana atas lahan dan tanaman.

Dari pengalaman memakai doktrin PHT, saya mengembangkan sikap-sikap kreatif. Bukankah PHT membentuk dan memicu pikiran kreatif para petani?

Dari belajar PHT saya ciptakan dan saya kembangkan “Mol” atau pupuk cair organik. Formulanya saya bikin sendiri. PHT memang terbukti membuka cakrawala dan memicu kita untuk kritis dan kreatif. Jadi tak hanya sekedar untuk meningkatkan hasil tanam atau tak hanya untuk meningkatkan pendapatan petani semata.

Kini pupuk organik buatan saya banyak dipesan oleh petani. Bukan becakap sombong, bila bicara soal bertanam padi dan cara pengendalian hama serta penyakit tanaman, jangankan kalah, podoh saja saya tak mau.

Dan tentu saja saya mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak pertanian Sumbar maupun kabupaten. Dan terutama sekali, terimakasih banyak saya terhadap bapak-bapak yang menjadi “guru” saya di PHT. (Pinto Janir)

 


Berita Terkait Lainnya :