BUDIDAYA IKAN DI DANAU MANINJAU PERLU SINERGI DENGAN PARIWISATA

Artikel NONONG HANUGRAH, A.Md(Dinas Kelautan dan Perikanan) 09 Juni 2014 03:00:53 WIB


BUDIDAYA IKAN DI DANAU MANINJAU PERLU SINERGI DENGAN PARIWISATA
Oleh : M. Rahmat Ibrahim


Kegiatan budidaya ikan di danau Maninjau dengan menggunakan  keramba jaring apung ( KJA ) dimulai dengan uji coba pada tahun 1992. Ternyata uji coba tersebut berhasil, sehingga menarik minat masyarakat dan pengusaha untuk berusaha budidaya ikan dengan KJA. Dari tahun ke tahun peminat usaha budidaya ikan semakin banyak, sehingga unit KJA  yang ditempatkan di danau Maninjau semakin banyak. Setelah usaha budidaya ikan itu dilaksanakan selama 5 tahun, maka pada tahun 1997 pertama kali bencana kematian ikan massal terjadi sampai ratusan ton.

Semula pembudiday menduga kematian ikan itu disebabkan oleh racun belerang, hal ini mengingat danau Maninjau adalah danau yang berasal dari letusan  gunung berapi. Kalau racun itu berasal dari belerang harus terjadi setiap tahun, oleh sebab itu seperti terjadi di tempat lain yaitu seperti di danau buatan ( dam ) Cirata terjadi kematian ikan yang terutama disebabkan oleh penumpukan kotoran ikan yang berlangsung bertahun tahun. Di danau Maninjau dengan kekuatan angin darek ( darat ), kotoran ikan ( racun ) dari dasar danau terangkat ke permukaan sehingga mematikan ikan

Walaupun kematian ikan yang dibudidayakan terjadi setiap tahun, tidak menyebabkan  .para pembudidaya ikan kapok dan berhenti berusaha. Hal ini menunjukkan mungkin setelah dihitung masih menguntungkan atau pembudidaya masih punya modal kerja untuk tetap melaksanakan usaha. Setelah  cuaca tenang, para pembudidaya ikan yang biasanya dimulai oleh kelompok perempuan melaksanakan usaha budidaya ikan kembali. Keputusan untuk melaksanakan usaha kembali adalah perempuan sebagai istri dan pengelola keuangan keluarga, sedangkan bapak bapaknya masih stress karena kegagalan usaha.  

Apabila kematian ikan yang dibudidayakan di danau Maninjau tidak dihindarkan atau dicegah maka kematiab ikan akan terus terjadi setiap tahun. Kejadian ini merupakan suatu pemborosan modal usaha dan lama kelamaan simpanan modal usaha akan habis, sehingga pembudidaya dan keluarganya akan jatuh miskin. Akibat lain dari kematian ikan di danau yang tidak ditangani secara tuntas membuat lingkungan tidak nyaman, karena bau busuk   menyebar ke sekeliling danau. Sedangkan di pinggir danau terdapat hotel dan restoran tempat menginap dan makan para wisatwan. Bau busuk ikan ini berdampak terhadap berkurangnya minat wisatawan untuk berkunjung ke danau Maninjau. .

Kematian ikan terjadi secara beraturan yaitu pada akhir tahun ( sekitar Desember ) dan awal tahun ( sekitar januari ) yaitu pada saat datang angin kecang seperti badai, kalau di laut disebut angin barat. Oleh sebab itu kematian ikan di danau dapat dihindari dengan tidak membudidayakan pada bulan bulan datang angin kencang. Jadwal usaha budidaya ikan di danau maninjau dalam setahun cukup 8 bulan saja, sedangkan 4 bulan untuk istirahat atau usaha lain. Dengan mengistirahatkan danau dari usaha budidaya ikan, maka lingkungan air danau kembali bersih dan udara sekitar danau kembali segar dan sejuk, sehingga tidak menggangu kegiatan pariwisata.

Kematian ikan juga bisa dicegah dengan cara pembuangan kotoran ikan secara terus menerus dengan penggelontoran air deras. Pada waktu sebelum ada Pembangkit Listrik Tenaga Air ( PLTA ) Maninjau yang diresmikan tahun 1983, penggelontoran lewat muara danau Batang Antokan. Dengan adanya PLTA Maninjau kekuatan penggelontoran berkurang, oleh sebab itu tanpa mengganggu kinerja PLTA Maninjau, penggelontoran yang ada harus dapat membuang kotoran ikan yang mengendap di dasar danau. Teknik yang dapat diterapkan yaitu teknik siphon dimana air yang keluar dari danau membawa kotoran ikan secara terus menerus.. 

Untuk dapat melaksanakan menghindar dan mencegah kematian ikan di danau Maninjau, perlu temu usaha para pemangku kepentingan ( stake holder ) yaitu duduk bersama untuk bermusyawarah. Hasil dari musyawarah berupa kesepakatan yang akan dijadikan dasar untuk membuat peraturan daerah ( PERDA ). Para pemangku kepentingan itu : 1) kelompok pembudidaya, 2) para pedagang sarana produksi, 3) para pedagang ikan grosir, 4) kelompok pengusaha hotel dan restoran ( PHRI ), 5) otoritas PLTA Maninjau, 6) Pemda Kabupaten Agam. Musyawar ini penting untuk mencegah komplik social yang akan merugikan semua pihak.  
                                                                                   
Penulis adalah Pensiunan : DJPB -KKP