Hagia Sophia

Artikel () 24 Agustus 2020 09:57:46 WIB


Sejak kabar dikembalikannya Hagia Sophia menjadi masjid setelah sebelumnya berfungsi sebagai museum pada Juli 2020, umat Islam di berbagai belahan dunia nampak memberi dukungan kepada pemerintah Turki. Termasuk masyarakat Indonesia. Hal ini karena sejarah Hagia Sophia sebelum difungsikan sebagai masjid adalah difungsikan sebagai museum oleh Mustafa Kemal Attaturk. Sebelum Attaturk memfungsikan sebagai museum, Hagia Sophia adalah masjid. 

 

Bagi yang sudah pernah ke Hagia Sophia mungkin bisa merasakan aura tersendiri ketika mendengar kabar diubah fungsinya menjadi masjid. Tapi bagi yang belum pernah ke sana, hanya bisa melihat melalui dunia maya. Dan ketika berbicara tentang dikembalikannya Hagia Sophia menjadi masjid, ingatan orang tak akan lepas dari nama presiden Turki Recep Tayib Erdogan. 

 

Nama Erdogan di mata sebagian masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi. Beritanya tentang kebijakan terhadap pengungsi membuat harum namanya. Namun, tidak dipungkiri ada juga yang mengagumi berlebihan. Sehingga ketika berita hoax beredar di tanah air melalui jejaring media sosial, mereka yang mengagumi sosok Erdogan termakan berita hoax. 

 

Harian Jawa Pos dalam salah satu halamannya di edisi 12 Agustus 2020 menurunkan tulisan dengan judul, “Hoax Presiden Lebanon hina Erdogan”. Berita tentang ledakan di Lebanon di bulan Agustus 2020 ternyata membawa nama Erdogan dalam berita hoax.

 

Jawa Pos mengutip postingan hoax dari sebuah akun facebook yang berasal dari sebuah situs di mana di situ disebutkan bahwa Presiden Lebanon menghina Turki, Erdogan dan Khilafah Utsmani. Erdogan malah mengirim bantuan dan 4 bulan sebelumnya telah mengirim bantuan covid walau Lebanon tidak memintanya. Turki juga disebut sebagai negara pertama yang mengirimkan bantuan. 

 

Penelusuran Jawa Pos, ternyata yang mengirimkan bantuan untuk Lebanon pada 5 Agustus 2020 tidak hanya Turki, juga ada beberapa negara lain. Jadi, hal ini membantah berita hoax bahwa Turki yang pertama mengirim bantuan. 

 

Sementara itu, yang menghina Erdogan bukanlah presiden Lebanon melainkan pembawa acara sebuah stasiun TV di Lebanon yang bernama Neshan Der Haroutiounian. Dan ini memicu kemarahan rakyat Turki kepada pembawa acara tersebut. 

 

Jika berita hoax sering dikonsumsi oleh masyarakat, maka yang muncul adalah kebencian kepada pihak lain yang tak berdasar. Sebagai umat Islam terbesar di dunia, maka sebaiknya umat Islam di Indonesia bisa melakukan penyaringan berita-berita yang memicu emosi jiwa. Sehingga pihak lain tidak main disalahkan tanpa sebab yang jelas dan benar. 

 

Apa yang dilakukan Jawa Pos patut diapresiasi. Karena pembacanya bisa mendapatkan kejelasan informasi. (Erwin FS)