PELAJARAN DARI VIRALNYA FILM "TILIK"
Artikel Zakiah(Tenaga Artikel) 24 Agustus 2020 09:38:10 WIB
Teman saya mengirim di laman facebook nya film dokumenter . Judul filmnya "Tilik". Rupanya sudah enam hari ini di lini masa sedang viral satu film pendek, yang menurut penulis lumayan bagus. Dikemas dalam satu cerita kebanyakan di masyarakat. Belum genap satu pekan diunggah, film ini sudah ditonton sebanyak 7,1 juta viewers. Hebat, kan? Tidak kalah sama unggahan beberapa youtubers yang cuma mengandalkan settingan.
Film Tilik mengangkat tema budaya. Diproduksi oleh Ravacana Films bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2018. Film yang disutradarai oleh Wahyu Agung Prasetyo, berdasarkan skenario yang ditulis oleh Bagus Sumartono, dan diproduseri oleh Elena Rosmeisara.
Wah kenapa produksi tahun 2018, baru viral sekarang ya?
Saya baca di media, ternyata Film Tilik memang sengaja baru diunggah di tahun ini bertepatan dengan Dirgahayu Republik Indonesia ke 75. Namun, sebenarnya ide naskah film ini sendiri sudah ada sejak 2016. Tim produksi merasa belum mampu mengerjakan proyek ini. Kemudian naskah film Tilik disimpan dulu sementara tim belajar lagi, sambil mengerjakan film lain.
Hingga pada tahun 2018 Dinas Kebudayaan DIY mempunyai program menyalurkan dana istimewa salah satunya ke lini seni film. Naskah film Tilik diserahkan untuk diikutkan dalam program tersebut. Setelah dikurasi, naskah Tilik terpilih mendapatkan dana tersebut sehingga film ini bisa diproduksi.
Sepanjang tahun 2018 hingga tahun 2020 sebelum diunggah, film ini telah diikutkan ke beberapa festival. Syarat film yang disertakan, dibuat satu atau dua tahun sebelum tahun terselenggaranya festival. Jadi, di tahun 2020 ini pihak Ravacana merasa sudah cukup mengikut sertakan festival, dan mengunggahnya di youtube supaya dapat menjangkau penonton dengan cakupan lebih luas.
Film ini dibintangi oleh Siti Fauziah, aktris yang sudah membintangi beberapa film, sebagai Bu Tejo. Tokoh sentral sebagai penggiat gosip paling hot. Lalu ada Putri Manjo, penyiar I-Radio Jogja, sebagai Yu Tri. Orang yang suka menambah cerita dan ibarat bensin dalam percikan api. Ada juga Yu Sam yang diperankan Dyah Mulani, orang yang sifatnya ingin terlibat dalam bergosip, walaupun segan, sepertinya hidup tidak indah jika tidak ada yang digosipkan. Kemudian Yu Ning yang diperankan oleh Brilliana Desi, menjadi penawar gosip sehingga kabar dari Bu Tejo selalu terasa mentah dilahap.
Tradisi kehidupan di film Tilik ini mengingatkan kita akan ibu-ibu tetangga diperkampungan, mungkin juga di daerah kita. Jika ada salah satu warga yang sakit, maka biasanya salah satu tetangga terdekat akan mengabarkan kepada tetangga yang lain. Kemudian mereka janjian. Sebelumnya, tentu dipastikan dulu bagaimana kondisinya, dirawat di mana, termasuk jam bezuk dan moda transportasi yang dipakai. Namun, apakah di Padang ada yang pakai truk? saya pernah melihat rombongan ibu-ibu yang naik mobil pick up dan bersama-sama duduk di bak belakangnya.Kalau di daerah kita , mungkin yang seperti ini ketika pergi 'baralek' atau resepsi pernikahan keluarga mereka, atau jalan-jalan keluarga.
Budaya pakai truk sebagai angkutan ini kabarnya masih ada di Bantul, Daerah Istimewa Jogyakarta. Bahkan untuk plesir atau liburan tamasya, juga menggunakan truk. Coba lihat lucunya tingkah mereka saat ramai-ramai duduk dan menundukkan kepala saat klakson truk menjadi tanda ketika melewati pos polisi. Bahaya? Jelas. Maka dari itu dalam film ini ada adegan dimana polantas menasehati.
Adegan demi adegan di Film Tilik sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Mabuk kendaraan lalu menciumi kulit jeruk dan minyak kayu putih, dan jempol kaki diikat dengan karet supaya bisa menahan rasa mau buang air , lalu berhenti di masjid untuk menumpang buang air (satu yang awalnya menyampaikan ingin buang air, ternyata semua turun dari truk). Rupanya semua juga ingin buang air , tapi malu menyampaikan, begitupun adanya suap ketika pencalonan lurah. Semua mungkin terjadi juga di sekitar kita.
Bu Tejo sosok yang (sok) tahu segalanya. Ia mengklaim mendapat berita dari internet, jadi pasti benar. Ini juga tak jarang banyak yang melakukannya, bukan? Main bagikan info yang belum jelas kebenarannya. Bu Tejo juga mengingatkan, HP jangan hanya untuk mejeng ( bergaya bila difoto melalui HP) tapi juga untuk cari informasi. Nah, sebagai contoh, coba dihitung. Ada berapa banyak ibu yang tidak tahu (atau tidak mau mencari tahu) jika bayi mulai makan di usia 6 bulan kecuali ada indikasi medis dan dalam pantauan dokter anak? Padahal, ia punya semua media sosial. HP,-nya pun seri terbaru.
Curhatan melalui gaya bercanda seorang ibu bahwa suaminya tidak bisa attahiyat, juga sering terjadi, kan? Ini jangan dilihat sebagai penistaan agama. Film ini hanya merangkum kejadian-kejadian yang sering terjadi di masyarakat. Sopir truk yang dijewer telinganya oleh istrinya untuk mengingatkan karena membicarakan wanita lain juga bukan menjadikan suami obyek penderita. Banyak kasus, di luar tampak sangar, di rumah manut pada istri. Bukankah seharusnya suami istri saling mengingatkan. Tapi tentunya dengan cara yang santun seharusnya selama dalam kebaikan.
Bu Tejo menjadi sosok memberi solusi , ucapannya solutip ( bahasa Jawa) ketika ia mengajak ibu-ibu yang kecewa karena tidak bisa bezuk Ibu Lurah ke dalam Rumah Sakit, untuk melanjutkan perjalanan ke Pasar Gedhe ( Pasar Bringharjo di Jogyakarta). Dari Bantul ke Jogya naik truk itu perjalanannya lumayan panjang. Sampai di kota mereka kecewa. Baru turun truk, sudah naik lagi. Apa mereka tidak jengkel? Makanya, dari pada mubazir, mumpung sudah di kota, ya sekalian jalan-jalan, begitu mungkin maksudnya.
Dian si Kembang Desa yang jadi bahan gosip, jangan diharapkan sebagai jelmaan model internasional. Ini masyarakat desa, ya! Kembang desa itu bukan yang cantiknya setara artis. Banyak hal yang menjadikan seorang wanita menjadi kembang desa. Lemah lembut, ramah. Itu juga nilai supaya bisa menjadi wanita yang disukai orang banyak.
Yu Ning yang tadinya berusaha menawar gosip Bu Tejo akhirnya diam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Ketika info yang ia bagikan belum genap. Jauh-jauh ke Jogya, mengajak satu rombongan, tapi tidak sesuai harapan. Ia cuma pasrah ketika Bu Tejo membalikkan semua ucapannya. Jadi catatan, bagi kita. Carilah info yang lengkap dari sumber terpercaya, meski itu berita benar sekalipun.
Adegan terakhir jadi plot kesimpulan masing-masing penonton. Di sana tidak dijelaskan kondisi hubungan mereka. Justru si wanita ( Dian) mempertanyakan kepada seorang Bapak ( sepertinya Pak Lurah) kapan calon anak tirinya ( Fakhri) bisa menerimanya.
Jadi, tidak ada kesimpulan yang membenarkan berita si duta gosip, Bu Tejo. Atau pun mengiyakan sanggahan Yu Ning.
Namun, satu hal yang harus diingat. Jika yang digosipkan itu benar, menjadi ghibah ( membicarakan keburukan orang lain). Jika salah, menjadi fitnah. Keduanya adalah dosa dan dilarang Allah SWT, sesuai dengan Firman-Nya dalam Al Qur'an Surat Al Hujurat: 12.
"Yaa ayyuhalladziina aamanujtanibuu katsiiram minadh-dhanni inna ba'dadh-dhanni itsmuw wa laa tajassasuu wa laa yaghtab ba'dzukum ba'dzaa, a yuhibbu ahadukum ay ya'kula lahma akhiihi maitan fa karihtumuuh, wattaqullaah, innallaaha tawwaabur rahiim."
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat: 12).
Dari ayat dalam Al Qur'an di atas, Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Qur'an menerangkan bahwa suatu hal yang mengiringi dugaan merupakan awal mula seseorang untuk membongkar aib dan mengetahui keburukan saudaranya sendiri. Perilaku buruk ini berdasarkan ayat di atas jelas sangat dilarang dan harus kita jauhi.Mencurigai perilaku orang lain dengan tuduhan yang tidak benar dan tidak berdasar adalah murni perbuatan dosa.
Membicarakan keburukan orang lain (gibah) dalam ayat tersebut juga diibaratkan sedang memakan bangkai saudaranya sendiri. Bisa dibayangkan perbuatan memakan bangkai tentu sesuatu yang sangat hina bagi kita manusia.
Di sisi lain, Allah melalui ayat ini memerintahkan kepada manusia untuk selalu beriman dan bertakwa.
Adapun ketika sudah beriman tetapi masih tidak sengaja melakukan hal-hal dosa tadi (su'uzan dan ghibah) maka kita dianjurkan untuk segera bertaubat kepada-Nya. Sebab, Allah SWT adalah Zat yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Semoga kita sebagai penonton bisa mengambil hikmah dari tontonan Film Tilik yang menarik ini.Wallahu a'lam.(SZ).