FUNERAL TEST, MEMULAI DARI AKHIR

Artikel Zakiah(Tenaga Artikel) 24 Agustus 2020 09:33:40 WIB


Memasuki tahun baru Islam ,1 Muharram 1442 Hijriah, sepertinya tidak banyak ummat Muslim/muslimah yang menggebyarkannya. Tidak seperti halnya tahun baru masehi yang suasana kemeriahannya biasa heboh diseantero dunia. Bagi saya pribadi, tahun baru menjadi momentum introspeksi diri.Karena jelas waktu terus bergulir dengan kita sadari mengisinya, atau bahkan kadang lengah dengan kelalaian sehingga tak terasa malam sudah menjelang sementara kewajiban belum terselesaikan.

Sungguh sangat bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberi kurnia nafas kehidupan buat diri ini, dan berterima kasih kepada orang tua, suami, keluarga besar, guru-guru, teman dan handai taulan yang telah memberikan pengalaman hidup , mengajarkan sesuatu yang disebut pepatah 'alam takambang menjadi guru'. Semua berkontribusi dalam mengajarkan kehidupan, baik maupun buruk, selalu ada hikmah dibalik peristiwa yang kita lalui bersama. Waktu tidak bisa kembali tetapi nostalgia dalam mengenangnya , ibarat kaca spion , yang dilihat sekali-kali untuk petunjuk arah agar tidak sesat dalam melangkah.

Stephen R. Covey dalam buku “The 7 Habits Of Highly Effective People” menyebut tujuh kebiasaan yang sangat positif untuk kehidupan keseharian manusia. Beliau di antaranya menyatakan, bahwa habit yang sangat penting adalah ‘memulai dari akhir’. Bagi orang beriman, akhir itu adalah akhirat. Maka kita bisa memulai dengan harapan akan akhirat yang indah, yaitu surga. Jika kita ingin meraih surga, maka semua yang kita lakukan saat kehidupan dunia, harus bisa mengantarkan kita ke surga.

Bagi orang yang cerdas, aktivitas apapun yang dilakukannya dan hasil karyanya adalah ibadah. Maka ibadah bukan hanya saat shalat atau puasa, ibadah bukan hanya saat berdzikir dan berdoa, namun juga saat bekerja, berdakwah dan menghasilkan karya. Ini harus menjadi tiket bagi kita untuk menggapai surga.

Funeral Test

Namun sebelum tiba di akhirat dan menikmati keindahan surga, kita juga bisa menerapkan Funeral Test yang dikemukakan oleh Stephen R. Covey. Pada dasarnya test ini sebentuk harapan-harapan yang kita bangun dalam kehidupan kita hingga mencapai ujung akhirnya. Akhir perjalanan di dunia, adalah kematian.

Maka Stephen R. Covey mengajukan saran Funeral Test atau Test Pemakaman, agar kita bisa membayangkan kondisi akhir dari perjalanan kehidupan kita di dunia. Covey menyarankan, agar setiap kita bertanya kepada diri sendiri tiga pertanyaan penting. Tiga test yang mengajak kita memulai dari sana, dari akhir kehidupan dunia.

Jika kelak kita dimakamkan, di hari pemakaman itu, apa yang Anda inginkan? Mari saya mengajak Anda untuk menemukan jawaban atas tiga pertanyaan Covey berikut:

Kata-kata seperti apa tentang diri saya, yang saya inginkan dari orang-orang di hari pemakaman saya?

Sebagai orang yang seperti apa, saya nanti dikenang oleh orang-orang setelah saya meninggal dunia?

Untuk hal apa, saya nanti akan dikenang setelah saya meninggal?

Pertama, Merancang Harapan akan Kata-kata yang Akan Diucapkan Orang.

Membayangkan hari pemakaman diri kita, lalu banyak orang hadir pada pemakaman itu. Apa yang akan mereka katakan di hari itu? Misalnya, “Seorang penulis telah meninggal dunia. Beliau telah tiada, namun semua karya tulisnya akan abadi sepanjang masa”.

Seperti saat Sapardi Djoko Damono wafat, ungkapan dari Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia menyatakan, “Prof. Sapardi merupakan seorang guru, sahabat dan kolega. Kami semua di kampus sangat kehilangan dengan kepergian almarhum yang kita semua kenal dengan dekat dan akrab. Beliau merupakan orang yang sangat bersahaja”.

“Hari ini, bukan saja FIB UI yang kehilangan guru besarnya, tetapi Indonesia juga harus melepas salah satu anak bangsa yang turut berperan mengangkat harkat bangsanya melalui karya dan pengabdiannya pada seni budaya Indonesia,’’ ujar Dekan FIB UI Dr. Adrianus Laurens Gerung Waworuntu.

Kedua, Merancang Citra Diri setelah Kematian

Covey menanyakan, “Sebagai orang yang seperti apa, saya nanti dikenang oleh orang-orang setelah saya meninggal dunia?”

Tentu kita semua sangat bahagia apabila dikenang dengan semua karya kebaikan kita. “Beliau adalah orang baik. Kami bersaksi akan kebaikan beliau”. Ini tentu kenangan yang sangat mendalam.

Betapa sedih jika dikenang sebagai pelaku kejahatan, apalagi ketika namanya diabadikan dalam sejarah sebagai penjahat negeri. Tentu kita tidak ingin dikenang sebagai orang yang menyebarkan kebencian, permusuhan, dan perpecahan bangsa.

Kita ingin dikenang sebagai sosok manusia yang konsisten dalam menebarkan kebaikan, mengajak kepada persatuan, dan menguatkan persaudaraan. Pribadi yang selalu mengajak berpikir positif, buah pikiran dan karyanya memberikan energi untuk bangkit di saat sulit, konsisten mengajak melakukan hal-hal terbaik.

Ketiga, Merancang Persepsi dan Memori Orang terhadap Kita

Pertanyaan ketiga Covey adalah, “Untuk hal apa, saya nanti akan dikenang setelah saya meninggal?”

Betapa mulia, jika setelah seseorang meninggal dunia, dirinya dikenang sebagai pahlawan bangsa. Di masa pandemi corona, berguguranlah ratusan tenaga medis yang telah berjuang menyelamatkan nyawa manusia dari serangan Covid-19. Namun diri mereka sendiri menjadi korban.

Sejarah akan mencatat orang-orang mulia seperti Prof. Dr. dr. Iwan Dwi Prahasto (Guru Besar FK UGM), Prof. Dr. dr. Bambang Sutrisna (Guru Besar FKM UI) dan ratusan pejuang Covid-19 lainnya yang telah gugur, sebagai pahlawan bangsa. Nama mereka akan disebut dalam pelajaran sejarah, dan tercatat dalam lembar dokumen negara sebagai pahlawan nasional Indonesia.

Merancang Akhir yang Indah

Memulai dari akhir, artinya kita memiliki harapan-harapan besar yang bukan hanya duniawi. Sebab tiga funeral test yang dikemukakan Covey, sebatas berdimensi dunia —yaitu apa pandangan orang terhadap kita setelah mati. “Gading”, mungkin itu yang diwariskan gajah setelah dirinya mati. Namun toh, ‘tak ada gading yang tak retak’.

Maka yang sangat esensial adalah merancang keabadian di akhirat, dengan sebaik-baik amal di dunia. Mari kita isi waktu dengan sebaik-baik amal, yang bisa dibanggakan dihadapan Allah SWT kelak ketika menghadap kepadaNya.Seseorang akan menghadap Allah dengan amal berkilat, karena karya yang ditinggalkannya membuat perubahan kebaikan kepada sangat banyak manusia. Semoga itu adalah kita.Wallahu a'lam.(SZ).

Sumber Bacaan: Buku karangan Stephen R. Covey, The 7 Habits Of Highly Effective People (Edisi Terjemahan), Dinamis Publishing, 2017