UNDERGROUND SECRET CULINARY, konsep promosi kuliner yang tak biasa……

Artikel () 23 Oktober 2013 03:11:20 WIB


UNDERGROUND SECRET CULINARY, konsep promosi kuliner yang tak biasa……

H. Novrial, SE, MA, Ak, Sekdisbudpar Prov

Ada suatu pemahaman dalam mahzab penikmat wisata kuliner ekstrim di Tanah Air, kalau mau mencoba the real taste of pure local culinary di suatu daerah, jangan cari resto atau café yang well-prepared atau too famous, jangan cari di lokasi-lokasi yang strategis di jalan-jalan utama, tapi carilah di warung-warung sederhana yang terletak nun jauh di sela-sela suatu kompleks, dibelakang bangunan, di jalanan pelosok yang jauh dari keramaian yang biasa dilihat orang. Mahzab ini meyakini bahwa originalitas rasa suatu jenis masakan adalah tentang “siapa” yang memasak dan “apa” racikan bumbu masakannya, bukan lokasi, tempat dan lain sebagainya. Jenis masakan asli kuliner lokal biasanya punya ceruk pasar spesifik, yaitu penikmat tetap dan pengunjung (bisa wisatawan) yang dibawa oleh penikmat tetap atau mendapat informasi dari penikmat tetapa tersebut. Komunitas penikmat tetap tadi adalah orang-orang yang mempunyai lidah yang luar biasa sensitif , yang dapat membedakan dengan tegas dan jelas tentang tingkat originalitas suatu jenis masakan dibandingkan dengan jenis masakan yang sama di tempat lain. Sang penikmat akan sangat responsif menilai pesaing-pesaing jenis masakan yang sama yang bermunculan menyikapi peluang keberhasilan yang diperoleh atau dinikmati oleh sang maestro saat ini secara ekonomi.

Sebagai suatu produk wisata kekinian, kuliner tanpa disadari sudah menjadi motif utama wisatawan, baik karena pesona dan daya tarik tipe kuliner itu sendiri, daya tarik destinasi wisata tempat lokasi spot kuliner itu sendiri berada, atau memang karena sang wisatawan itu sendiri adalah food-lover dengan pendapatan jauh diatas rata-rata, sehingga biaya sudah tidak menjadi masalah dan waktu bisa direncanakan. Kuliner juga menjadi ikon suatu wilayah, daerah atau destinasi wisata, dimana saat ini positioning nya mungkin sudah setara dengan wilayah, daerah atau destinasi itu sendiri. Secara regional Sumatera Barat, kata “randang” mungkin sudah lebih dikenal dari Sumatera Barat, sebentar lagi “nasi kapau” bisa jadi lebih dikenal dari Bukittinggi, atau “lamang tapai” malah lebih dikenal dari Batusangkar dan lain sebagainya. Sebagai suatu formulasi imej yang tidak disengaja oleh siapapun, kelanggengan imej ini akan jauh lebih bertahan lama dari suatu imej yang sengaja di desain dan dipromosikan dengan pola-pola umum. Setiap wilayah, daerah dan destinasi harusnya menerima imej tak sengaja ini sebagai suatu berkah, dan yang perlu dilakukan berikutnya adalah menyusun suatu konsep pensinergian imej kuliner inin dengan paket-paket wisata lain yang terkonsentrasi di wilayah, daerah dan destinasi tersebut, sehingga terjadi trickle-down effect yang terintegrasi antar pelaku dalam suatu destinasi pariwisata.

Kembali ke fokus “underground” dan “food-lovers” diatas, setidaknya ada 2 hal yang dapat dilakukan para penentu kebijakan, pertama inventarisasi, mapping dan promosi. Inventarisasi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi semua tempat penujual makanan benar-benar khas, spesifik dan unik yang ramai dikunjungi pelanggan suatu wilayah dan benar-benar dikenal baik oleh warga kota maupun penikmat makanan yang mengunjungi kota itu. Sebagai contoh di Kota Padang misalnya, Randang yang popular dan dikenal adalah di Rumah Makan “Selamat” di kawasan Pasar Raya, Rumah Makan “Terang Bulan” di kawasan Belakang Olo dan Rumah Makan “ACC” di kawasan Alang Laweh. Gulai Kapalo Lauak yang dikenal adalah “Turagari” di kawasan Karet – Juanda, “Keluarga” di kawasan Ulak Karang, “Yos” di kawasan jati dan lain sebagainya. Jajanan sarapan pagi seperti lontong sayur nangka, soto dan bubur kampiun ada di beberapa tempat di “Rajawali” kawasan Pasar Pagi, “VII-Koto” kawasan Lapai dan Parak Buruak Tarandam, sate padang ada di beberapa titik seperti “itjap” di kawasan Padang Baru, “KMS” di kawasan Patimura, sate kuah itam “Simpang Kalumbuk”, sate bumbu di kawasan By-Pass Pisang, ada cendol sagu atau cendol beras di kawasan Patimura, “jajanan ikan pukek” yang benar-benar fresh baru ditangkap para nelayan ada di kawasan pasie jambak, “goreng ikan mungkuih” di kawasan Anak aie Lubuk Minturun dan Ikan Baka “Apuak” di kawasan Dobi. Mapping sekaligus promosi dilakukan dengan membuat klasifikasi jenas makanan dan lokasi penjualnya, yang dapat dibuat dalam bentuk bahan promosi yang menarik, katakanlah dalam bentuk leaflet dan brosur “where to eat in Padang” atau dalam bentuk permanen display yang mudah dilihat di Bandara atau di pasang dalam bentuk baliho di tempat-tempat strategis lainnya di dalam Kota.

Underground Culinary adalah sesuatu yang dicari banyak orang saat ini, hal ini disebabkan pertama karena semua orang sudah sangat kenal dan terbiasa jika menikmati kuliner di tempat-tempat yang bagus dan mewah, baik karena cita rasa yang cendrung distandarisasi maupun karena tidak adanya rasa “courious, challenging and satisfaction” untuk menikmatinya. Kita dapat mengimajinaskan seorang wisatawan nusantara yang tertarik datang ke Padang karena mendengar cerita kawan yang sudah pernah berkunjung tentang cita rasa masakan


Berita Terkait Lainnya :