Pengusaha Hiburan Malam di Padang Permalukan Orang Minang

Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 06 Juni 2019 15:29:30 WIB


TAMPAKNYA ada juga para pengusaha hiburan di Kota Padang, yang tidak  menghargai Surat Edaran Walikota Padang, tapi juga melecehkan ninik mamak di Ranah Minang, khususnya ninik mamak di Kota Padang. Bahkan, pengusaha hiburan malam tersebut, "basibagak jo basipakak" saja dan tetap melaksanakan "bisnis esek", sebagaimana dilansir portal berita Redaksinasional.com, Rabu dinihari, 15 Mei, 2019.

Padahal, Walikota Padang, Mahyeldi Ansyarullah politisi dari PKS melalui suratnya, 25 April, 2019 lalu telah mengeluarkan surat edaran yang tegas. Bahkan, dalam Surat Edaran Walikota Padang tersebut sangat jelas pada point 6 yaitu;"Kepada seluruh pengusaha hiburan malam, Karaoke, PUB dan Panti Pijat serta usaha sejenisnya tidak membuka usahanya selama Bulan Ramadhan”.

Tapi faktanya,  Cafe Denai di Jalan Niaga, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat, tetap buka dan Rabu dinihari, 15 Mei, 2019 digerebek Pol PP Kota Padang. Padahal seminggu menjelang Bulan Suci Ramadhan, Satpol PP Padang sudah menyerahkan langsung Surat Himbauan kepada seluruh pemilik cafe dan karaoke yang ada di Kota Padang. 

Khusus Cefe Denai, selain tidak menggubris Surat Edaran Walikota Padang, dan wibawa ninik mamak, ternyata cefe tersebut tidak memiliki izin berupa Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP). 

Sebagaimana kita ketahui, hiburan malam bisa dikatakan tempat para penikmat mencari kesenangan duniawi. Bagi mereka hiburan dunia malam untuk bersantai dan menikmati hidup bebas tanpa moral agama dan budaya. Soalnya, bagi penikmat kehidupan dunia malam, baik itu di klab malam, kafe, diskotik, dan karaoke tempat mereka bersukaria dan berjoget dengan iringan musik sesuai seleranya.

Kota Padang sebagai ibukota Provinsi SUmatera Barat, juga mengalami globalisasi dan perkembangan teknologi, sehingga menyebabkan industry wisata dan hiburan malam berkembang pesat. Fakta ini terbukti dengan banyaknya tempat-tempat hiburan yang ada di kota ini, mulai dari café, club, diskotik, dan tempat karouke, serta panti pijit plus. 

Bagi masyarakat yang telah terbawa arus budaya barat ini, kondisi dunia malam bukanlah suatu aktifitas yang tabu bagi mereka. Bahkan fakta  ini telah menjadi suatu konsumsi bagi dirinya, karena hidupnya sebagai penikmat dunia malam. 

 Kemudian dari  dunia malam muncul sebuah trend yang disebut dugem atau dunia gemerlap. Istilah dugem merupakan istilah gaul yang berasal dari singkatan dua kata: dunia gemerlap. Untuk itu, jangan heran jika ada istilah berdugem-ria dengan menikmati suasana diskotik, cafe, bar atau lounge yang menghadirkan musik dengan bit yang kuat, cepat dengan volume yang keras yang merangsang badan ikut ‘shake n movin’ (berdisko) dan bergoyang semalaman bisa membuat orang merasa rileks dan bisa  menghilangkan kepenatan di otak. Hal inilah yang membuat para penikmatnya  tak dapat terlepas dari dugem dan menjadikannya sebagai gaya hidup mereka.

Jadi wajar saja jika dugem telah menjadi program rutin bagi penikmat dunia malam dan pemerintah daerah boleh dikatakan membeirkan, fakta khidupan malam yang penuh maksiat ini. Padahal, Kota Padang termasuk masyarakatnya yang taat beragama dan berbudaya atau tahu dengan adat istiadat. Istilahnya tahu jo nan empat.

Kedepan tentu kita berharap kepada Wlikota Padang, Mahyeldi Ansyarullah  yang nota bene kader PKS itu bersikap tegas dalam measalah tempat hiburan malam ini. Soalnya, semua tempat hiburan malam tersebut bisa dikatakan identik dengan kemasiatan, seperti berjoget ria, minum alkohol, serta mungkin ada juga transaksi narkoba jenis sabu-sabu atau eroin. Bahkan, tempat hiburan malan itulah tempat para wanita malam dengan si hidung belang melakukan pertemuan dan kemudian berpesta sek di hotel-hotel yang tak terlalu menghiraukan biodata tamunya yang akan meginap.

Selanjutnya tak ada kata pemberian izin terhadap semua tempat hiburan malam tersebut. Adanya dugaan Kota Padang akan sepi tanpa hiburan malam, itu hanya perkataan germo dan mafia, serta wanita malam. 

Kota Padang sebagai ibukota provinsi Sumatera Barat harus menjadi contoh bagi daerah tingkat dua lainnya. Kota  Padang harus terhindar dari kehidupan dunia malam dan peredaran narkoba dan sejenis obat terlarang lainnya. Katakan, no free sek dan no narkoba. Semoga. (Penulis wartawan tabloidbijak.com)