Ekonomi dan Wisata Halal

Ekonomi dan Wisata Halal

Artikel () 30 Oktober 2018 23:47:16 WIB


Harian Bisnis Indonesia edisi 19 Oktober 2018 pada salah satu halamannya menulis berita dengan judul, “Mendorong Ekonomi Lewat Wisata Halal”. Dalam berita tersebut Bisnis mengutip pernyataan Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kementerian Pariwisata RI Rizki Handayani, bahwa wisata halal bukanlah menekankan kepada destinasi Islam, tetapi memberikan pelayanan kepada wisatawan agar nyaman dana man ketika berwisata di Indonesia. 

Pernyataan ini terkait dengan diselenggarakannya pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Indonesia. Salah satu tema yang diangkat dalam pertemuan ini adalah ekonomi dan keuangan syariah yang diusulkan oleh Indonesia. Dalam diskusi post event di Lombok terungkap bahwa potensi wisata halal cukup besar untuk dikembangkan. 

Fazal Bahardeen, salah satu pembicara yang juga CEO GMTI Mastercard Cresent Rating Singapore menyatakan terjadi peningkatan signifikan wisatawan muslim dunia. Dari 25 juta orang di 2000 menjadi 131 juta orang di 2017. Sementara jumlah belanja mereka diprediksi pada 2026 sebesar 300 miliar dolar AS.  

Kepala Bank Indonesia Perwakilan NTB menyatakan bahwa pariwisata NTB bisa menjadi lokomotif pemulihan ekonomi pascabencana. Karena multiplier effect nya cukup memberikan pengaruh signifikan. 

Jika melihat bagaimana pariwisata atau destinasi wisata bisa memberikan pengaruh ekonomi bisa dilihat dari data yang disajikan oleh Bisnis Indonesia untuk tahun 2017. Untuk kontribusi PDB Nasional, Indonesia mencapai 6,2% atau 57,9 miliar dolar AS. Sedangkan Malaysia 13,7% atau 40,4 miliar dolar AS. Singapura ada di 9,9% atau 28,7 miliar dolar AS. Thailand mencapai 20,8% atau 53,7 miliar dolar AS. Turki mencapai 12,5% atau 88,0 miliar dolar AS. Dan Uni Emirat Arab mencapai 12,1% atau 43,3 miliar dolar AS. 

Dari persentase, Indonesia terlihat ada di posisi bawah. Dan itu artinya potensi untuk naik terbuka lebar.  Sementara dari segi pendapatan devisa Indonesia mendapatkan  13 miliar dolar AS, Malaysia 17,5 miliar dolar AS, Singapura 17,8 miliar dolar AS, Thailand 53,7 miliar dolar AS, Turki 26,5 miliar dolar AS, Uni Emirat Arab 29,9 miliar dolar AS. 

Dari segi pendapatan devisa Indonesia adalah yang terkecil. Dan itu juga berarti potensi untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar lagi terbuka lebar.  Peluang Indonesia terbuka lebar untuk menjadikan pariwisata sebagai penggerak ekonomi. Jika di NTB pariwisata bisa sebagai penggerak ekonomi pascabencana maka di Sumbar pun juga bisa menjadikan pariwisata sebagai penggerak ekonomi. NTB dan Sumbar sudah ditetapkan sebagai world’s best halal destination. Keduanya memiliki modal yang cukup untuk menggerakan wisata halal sebagai lokomotif ekonomi.  Jika kedua pemerintah sudah serius mengurusi wisata halal, maka peran serta masyarakat lah yang akan menentukan seberapa besar pariwisata bisa menjadi penggerak ekonomi. Jika Thailand yang non muslim saja bisa mendapatkan limpahan rezeki dari wisata halal, maka seharusnya Sumbar dan Indonesia bisa mendapatkan itu juga. (efs) 

 

Referensi: Bisnis Indonesia, 19 Oktober 2018