Mengejar Pariwisata Halal Nomor Satu
Artikel () 25 Mei 2018 16:45:11 WIB
Koran Sindo edisi 22 Mei di headlinenya menulis judul berita, “Wisata Halal Incar Nomor 1 Dunia”. Sebelumnya saya juga sempat mengulas Indeks Pariwisata Muslim Global (Global Muslim Travel Index, GMTI) yang menceritakan posisi Indonesia di urutan 2 Wisata Halal Dunia. Dan nampaknya pemerintah sangat serius membenahi wisata halal ini.
Yang cukup membanggakan adalah pemerintah menetapkan tiga provinsi sebagai rintisan pengembangan wisata halal yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Nusa Tenggara Barat. Bagi Sumbar, penetapan ini jelas menguntungkan, karena pariwisata akan mendongkrak kesejahteraan masyarakat. Namun PR besarnya adalah menjadikan pariwisata Sumbar lebih baik lagi ke depannya.
Berbagai perbaikan sudah banyak dilakukan oleh pemerintah daerah. Baik pemprov maupun pemkab/ko. Dengan adanya gerakan terpadu pengembangan pariwisata Sumbar, setiap OPD dan juga kabupaten/kota berkontribusi terhadap kemajuan pariwisata Sumbar.
Pelan-pelan, tapi menunjukkan perkembangan. Itulah yang bisa dilihat dari pariwisata Sumbar. Yang terbaru adalah peresmian pengoperasian kereta api bandara dari BIM ke Simpang Aru oleh Presiden RI Joko Widodo pada 21 Mei 2018 lalu. Ini adalah kereta api bandara ketiga di Indonesia yang diresmikan pengoperasiannya.
Ketersediaan kereta api bandara jelas membantu penumpang pesawat, dan juga para wisatawan. Mereka bisa menikmati keindahan alam sepanjang perjalanan kereta api bandara. Dan biaya yang ditetapkan pada saat ini cukup meringankan penumpangnya, yaitu 10.000 rupiah untuk penumpang ke bandara atau dari bandara. Di samping itu 5.000 rupiah untuk penumpang antar stasiun di beberapa titik di Kota Padang.
Selain itu, pembangunan jalan akses ke Kawasan wisata Mandeh di Pesisir Selatan juga sudah menampakkan perkembangan. Jalannya sudah ada yang selesai dibangun, dan kemungkinan sudah bisa dilewati kendaraan.
Para pelaku pariwisata di Sumbar pun memberikan respon positif terhadap berbagai perkembangan pariwisata Sumbar. Tapi kendala atau yang perlu diperbaiki segera adalah respon masyarakat yang menjadikan destinasi wisata sebagai tempat mereka mencari nafkah. Perlu diberikan kesadaran akan pentingnya tidak memberatkan atau tidak membebani wisatawan yang datang dengan perilaku yang dianggap negatif oleh wisatawan.
Di wilayah lain, masyarakat yang mencari nafkah di destinasi wisata mampu memberikan kontribusi positif kepada wisatawan, sehingga turut membantu pemerintah mengembangkan pariwisata. Wisatawan yang datang pun merasakan kenyamanan. Ini adalah sebuah hal yang mahal.
Mudah-mudahan muncul kesadaran masyarakat akan pentingnya memberikan layanan yang baik dalam bentuk perilaku positif kepada wisatawan. Karena hal ini merupakan bentuk syukur atas rezeki yang datang dari Allah Swt melalui kedatangan wisatawan yang semakin meningkat jumlahnya. Dan juga dijadikannya Sumbar sebagai destinasi wisata halal di Indonesia bersama NAD dan NTB. (efs)
Referensi:
Koran Sindo, 22 Mei 2018