Listrik
Artikel Yongki Salmeno(Yongki Salmeno) 03 Oktober 2013 02:13:42 WIB
Hati bu Rina pagi ini sedih dan kecewa. Betapa tidak, tengah asyik menyeterika baju sekolah putri satu-satunya Santi, tiba-tiba listrik di rumahnya padam. Baru baju Santi sebelah kiri saja yang selesai diseterika, bagian kanan baju itu kusut masai tak karuan. Padahal pagi ini Santi akan mengikuti upacara bendera, ia terpilih sebagai pembaca Teks Pembukaan UUD 1945. Apa komentar peserta upacara melihat pakaian Santi yang kusut sebelah? Mau digosok dengan seterika bara tempurung seperti dulu, sudah tak ada lagi ditemukan setrika seperti itu di zaman kini.
Pak Tino di pasar raya juga mengalami nasib serupa. Tengah asyik memangkas rambut pelanggan dengan mesin pangkas kesayanggannya, tiba-tiba listrik padam. Baru bagian sebelah kanan saja rambut pelanggan selesai ia pangkas. Pak Tino tak dapat berbuat apa-apa dan kecewa, ingin beralih ke mesin potong rambut manual seperti dulu, sudah lama tak lagi tersedia.
Listrik saat ini memang sudah menjadi kebutuhan vital, kita sangat tergantung pada ketersediaan listrik. Mulai dari kebutuhan rumah tangga seperti memasak nasi, mencuci, penerangan, hand phone sampai kebutuhan usaha besar dan kecil, apalagi industri, semua membutuhkan dan tergantung pada ketersediaan listrik. Itulah sebabnya ketika terjadi pemadaman listrik, hampir sebagian besar kegiatan masyarakat terganggu. Wajar jika masyarakat sangat kecewa.
Menurut General Manager (GM) PT PLN Wilayah Sumbar Warsito Adi pemadaman listrik yang sering terjadi belakangan ini adalah akibat rusaknya sejumlah pembangkit listrik di Sumatera Barat, baik akibat dalam perbaikan dan perawatan rutin, maupun akibat kurangnya debit air di sejumlah pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang berkebetulan waktu kejadiannya bersamaan.
PLTU Ombilin yang selama ini menjadi pemasok listrik terbesar, pembangkitnya mengalami kerusakan sejak beberapa bulan terakhir. Kapasitas terpasang PLTU Ombilin yang semula 2x100 MW, kemampuan produksi saat ini cuma 1 x 80 MW, bahkan terkadang nol sama sekali. Karena memang sudah jadwalnya untuk diperbaiki, pembangkit yang masih bisa berproduksi 1 x 80 MW ini pun juga dinonaktifkan total, dalam rangka perbaikan total pada seluruh pembangkit PTLU Ombilin.
Tiga PLTA andalan yang menjadi tulang punggung pembangkit listrik Sumatera Barat yaitu PLTA Batang Agam, PLTA Maninjau dan PLTA Singkarak belakangan ini tak mampu berproduksi optimal. Hal ini disebabkan oleh musim kemarau yang cukup ekstrim dan di luar prediksi semula. Kurangnya debit air akibat musim kemarau pada akhirnya menyebabkan menurunnya produksi listrik di masing-masing pembangkit listrik tenaga air tersebut. Padahal jika semua semua pembangkit itu berproduksi optimal, maka terjadi surplus listrik di Sumatera Barat. Namun akibat kemarau yang menyebabkan berkurangnya elevasi permukaan air danau Singkarak, Maninjau dan Batang Agam, bersamaan pula dengan terjadinya kerusakan di PLTU Ombilin. Maka tak dapat dielakkan lagi, terjadi defisit listrik yang cukup besar di Sumatera Barat.
Masalah serupa tidak hanya dialami oleh Sumatera Barat. Semua provinsi di Sumatera mengalami hal serupa. Jika kita bicara secara global, maka ada dua krisis yang akan melanda dunia dalam waktu dekat bahkan telah mulai dirasakan keberadaannya, yaitu krisis pangan dan krisis energi. Krisis energi dirasakan akibat kebutuhan manusia akan energi yang terus meningkat, sementara sumber energi, terutama yang bersumber dari fosil (BBM dan batubara) makin menipis jumlahnya. Maka saat ini masyarakat dunia ramai-ramai melakukan percobaan dan penelitian untuk memanfaatkan sumber energi terbarukan (non fosil) atau disebut juga dengan energi hijau.
. Pemerintah Sumatera Barat tidak tinggal diam. Sejak dini kita juga sudah mencari sumber-sumber energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat yang terus meningkat, namun juga ramah lingkungan. Sejak dua tahun lalu sudah dijalin kerjasama dengan Pemerintah Jerman untuk mengembangkan energi alternatif tersebut. Selain air yang sudah umum digunakan, tenaga matahari, angin, dan sampah (bio gas) juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit listrik. Dengan memanfaatkan sumber-sumber tersebut sejumlah desa di Jerman misalnya, telah menjadi desa mandiri energi. SKPD terkait, sejumlah praktisi dan tokoh masyarakat Sumatera Barat sudah dikirim dan difasilitasi untuk belajar mengembangkan energi tersebut. Suatu saat, dengan dukungan masyarakat, di Sumbar diharapkan juga muncul desa2 mandiri energi.
Selain itu Sumatera Barat merupakan provinsi pertama di luar Jawa yang telah membangun pembangkit listrik geothermal. Namun tentu saja membangunnya tidak dengan simsalabim, langsung jadi. Pekerjaan raksasa yang membutuhkan dana triliunan rupiah itu sedang berjalan, kini pekerjaannya sudah mencapai sekitar 60 persen. Pembangkit listrik tenaga panas bumi yang berlokasi di Kabupaten Solok Selatan ini direncanakan selesai tahun 2015 dengan kapasitas 400 MW sd 600 MW. Satu pembangkit listrik yang ramah lingkungan ini saja idealnya sudah dapat memenuhi kebutuhan total Sumatera Barat yang hanya berjumlah sekitar 400 MW. Alternatif lain, meski tertunda cukup lama PLTU Teluk Sirih yang berlokasi di Bungus Insya Allah akan mulai beroperasi beberapa bulan ke depan.
Untuk segera mengatasi masalah ini maka kepada pihak PLN wilayah Sumbar, Pemprov meminta supaya : 1. Mempercepat upaya perbaikan mesin pembangkit yang rusak, 2. Membuat hujan buatan di lokasi-lokasi sekitar PLTA, 3. Memanfaatkan PLTD yang ada sebagai antisipasi, 4. Memanfaatkan pembangkit listrik yang ada di BUMN seperti PT Semen Padang, misalnya, 5. Mempercepat beroperasinya PLTU teluk Sirih, 5. Meningkatkan efisiensi listrik, 6. PLN bekerja lebih serius dan bersunggguh-sungguh.
Atas semua ketidak nyamanan ini, kami atas nama Pemerintah Sumatera Barat dan semua pihak yang terkait meminta maaf yang sedalam-dalamnya kepada seluruh masyarakat Sumatera Barat. Kami mohon masyarakat bersabar dan memberi dukungan agar masalah ini bisa segera kita atasi bersama secepatnya. ***