Investasi Bodong

Investasi Bodong

Artikel () 10 Desember 2017 07:22:11 WIB


Tabloid Mingguan Kontan edisi 11-17 Desember 2017 dalam salah satu halamannya memuat judul tulisan “Rp105,8 Triliun Digondol Investasi Bodong”. Judul ini merupakan rilis dari Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menerangkan adanya nilai kerugian berbagai macam tawaran investasi. Tercatat selama 2007-2017 uang nasabah yang raib sebesar Rp105,8 triliun. Nilai ini diduga jauh lebih besar, karena yang terdata baru sedikit oleh sebab masih banyak nasabah yang belum melapor.

Lalu apa bedanya investasi dan bisnis asli dengan investasi bodong? Jika investasi dan bisnis asli akan ada risiko. Sedangkan investasi dan bisnis bodong diklaim bebas dari risiko. Anehnya, banyak orang tertarik dengan investasi dan bisnis bebas risiko. Dalam berita di Tabloid Kontan tersebut setidaknya sudah tercatat 48 entitas yang telah dihentikan usahanya karena menawarkan investasi dan bisnis bodong. Sedangkan investasi bodong yang diproses hukum pada tahun 2017 tercatat sediitnya ada 12 perusahaan. Masyarakat perlu tetap waspada karena sistem hukum yanga ada di Indonesia belum cukup kuat dan lengkap untuk membuat jera para pelaku investasi dan bisnis bodong.

Berdasarkan data grafis yang dipublikasikan di Tabloid Kontan pada 2014 ada 148 investasi yang diawasi, 17 dihentikan, 29 diproses hukum.  Sementara pada 2015, 195 diawasi, 14 dihentikan, 24 diproses hukum. Pada 2016, 262 diawasi, 23 dihentikan, 80 diproses hukum. Dan pada 2017 yaitu hingga September, 132 diawasi, 48 dihentikan, 12 diproses hukum.

Adapun modus investasi bodong yang mesti diperhatikan tanda-tandanya adalah: investasi uang dengan iming-iming imbal hasil sangat tinggi, investasi terkait MLM, investasi perdagangan emas, dan investasi forex. Sedangkan ciri-ciri investasi bodong yaitu: investasinya mengiming-imingi imbal hasil yang tinggi, investasi ilegal yang menawarkan bebas risiko, investasi ilegal yang kerap memberikan jaminan buy back dan menawarkan bonus serta cashback besar untuk setiap perekrutan konsumen baru, sering melakukan penyalahgunaan testimoni pemuka agama atau pejabat publik untuk endorsement, menjanjikan penarikan dana dengan mudah dan fleksibel, dan tidak jelas badan hukumnya.

Dengan melihat kerugian yang begitu besar dan modus investasi bodong serta ciri-ciri investasi bodong, maka kadang yang cukup menyakitkan, hal seperti itu justru pelakunya adalah orang yang dikenal dekat. Baik teman, saudara dan kerabat atau lingkungan tempat tinggal. Sehingga ketika terjadi semacam wanprestasi atau gagal bayar hubungan persaudaraan, pertemanan menjadi retak dan menyakitkan.

Yang juga tak kalah menyakitkan adalah penggunaan tokoh agama untuk testimoni yang kerap dilakukan untuk menipu. Ini jelas salah dan tidak sesuai ajaran agama. Tapi yang herannya, hal seperti ini banyak juga dilakukan oleh orang-orang yang aktiv mendalami, memahami agama dan juga dalam kegiatan keagamaan. Jika tokoh agama A sudah bertestimoni maka ada yang sulit mengelak dari ajakan yang sesat tersebut. Apalagi yang mengajak adalah orang yang sudah dikenal.

Melihat hal seperti ini OJK butuh mitra yang bisa ikut berperan serta menangkal penipuan investasi bodong ini. Mitra tersebut adalah organisasi atau lembaga yang merupakan representasi dari tokoh agama, seperti MUI atau organisasi dai. Dengan adanya kemitraan maka OJK akan lebih luas lagi daya jangkaunya karena sudah ditemani oleh organisasi yang memiliki basis yang jelas.  

Di sisi lain masyarakat juga harus berpikir logis dan realistis. Jika masih banyak yang ingin cepat kaya maka akan banyak pula penipuan yang bertebaran. Oleh sebab itu jika ingin berinvestasi lebih baik mencari tahu informasinya selengkap-lengkapnya dan juga mendatangi lembaga seperti OJK dan mungkin juga MUI untuk mendapatkan informasi yang valid. (efs)

Referensi: Tabloid Mingguan Kontan, 11-17 Desember 2017

ilustrasi: freefoto.com