PERLINDUNGAN ANAK DARI KEKERASAN TANGGUNG JAWAB SIAPA?

PERLINDUNGAN ANAK DARI KEKERASAN TANGGUNG JAWAB SIAPA?

Artikel Zakiah(Tenaga Artikel) 21 Juli 2020 02:52:58 WIB


         PERLINDUNGAN ANAK DARI KEKERASAN TANGGUNG JAWAB SIAPA?

        Beberapa hari lalu, cukup viral di media, informasi tentang kasus pelecehan seksual terhadap seorang anak perempuan berusia 14 Tahun yang dilakukan oleh seorang pengurus lembaga layanan perlindungan perempuan dan anak di Lampung. Sungguh miris dan sangat disayangkan, ibarat pepatah Minang , tungkek pulo nan mambawo rabah.Artinya , tongkat yang seharusnya menjadi penopang untuk berdiri, malah menjadi sebab seseorang terjatuh. Lembaga yang diharapkan menjadi tempat perlindungan bagi perempuan dan anak dari tindak kekerasan, malah ada oknum yang tidak bertanggung jawab, melakukan tindakan asusila terhadap korban.

         Bercermin dari kasus ini, di daerah kita, di Sumatera Barat pun tidak sedikit kasus serupa tapi tak sama yang mencuat ke permukaan menjadi pembicaraan bahkan sampai ke tingkat Nasional. Kita sebenarnya malu, kenapa hal ini bisa terjadi? Anak-anak yang seharusnya kita lindungi, dibesarkan dan diasuh dengan penuh kasih sayang, justru sebaliknya mendapatkan kekerasan secara seksual yang merusak masa depannya bahkan ada yang sampai meninggal. Jika sudah begini, menjadi pertanyaan bagi kita, perlindungan anak dari kekerasan tanggung jawab siapa?

         Pertanyaan ini mungkin awalnya dijawab dengan seharusnya orang tuanya dan keluarganya melindungi anak tersebut, sebelum orang lain dilingkungannya. Tapi kenyataannya, justru si anak ketakutan berada dekat orang tua, dalam kasus ini, ayah kandungnya sendiri. Karena si anak mendapatkan perlakuan tindak kekerasan dari ayahnya dan teman-teman ayahnya. Na’udzubillah....

         Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera barat, Bapak Besri Rahmad, tingginya angka kasus kekerasan seksual pada anak ini diduga karena pengaruh teknologi yang memudahkan seseorang mengakses konten pornografi. Sebagai langkah antisipasi, pihaknya terus meningkatkan sosialisasi dan memperkuat fungsi organisasi perempuan di tengah masyarakat. Bapak Besri mengatakan bahwa pihaknya , DPPPA Prov.Sumbar telah menggelar rapat koordinasi dan advokasi penangangan anak berhadapan dengan hukum dan rakor pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.  "Pada 4-5 Maret kemarin, kita langsungkan dua kegiatan Rakor yang melibatkan kabupaten dan kota dalam rangka peningkatan koordinasi penanganan kekerasan perempuan dan anak,". Malahan untuk Rakor pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, pihaknya sengaja mendatangkan nara sumber dari Kementerian PPPA yaitu Asdep Kesetaraan Gender, Niken Kiswandari.

           Kenapa anak menjadi sasaran kekerasan? Salah satu pemicunya adalah kemiskinan atau kesulitan ekonomi yang dihadapi para orang tua.Namun, faktor tersebut bukan satu-satunya faktor pemicu kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak terkait erat dengan faktor kultural dan struktural dalam masyarakat.

Dari faktor kultural, misalnya, adanya pandangan bahwa anak adalah harta kekayaan orang tua atau pandangan bahwa anak harus patuh kepada orang tua seolah-olah menjadi alat pembenaran atas tindak kekerasan terhadap anak. Bila si anak dianggap lalai, rewel, tidak patuh, dan menentang kehendak orang tua, dia akan memperoleh sanksi atau hukuman, yang kemudian dapat berubah menjadi kekerasan.

Faktor struktural diakibatkan adanya hubungan yang tidak seimbang (asimetris), baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Di sini, anak berada dalam posisi lebih lemah, lebih rendah karena secara fisik, mereka memang lebih lemah daripada orang dewasa dan masih bergantung pada orang-orang dewasa di sekitarnya.

Karena itu, menjadi tanggung jawab kita bersama, khususnya para orang tua, untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

           Anggapan bahwa anak adalah milik orang tua sehingga orang tua berhak melakukan apa pun terhadap anak jelas tidak bisa dibenarkan sepenuhnya. Sebab pada prinsipnya, anak adalah titipan Tuhan kepada para orang tua untuk dicintai, dijaga, dan dibesarkan.Dengan paradigma bahwa anak adalah milik orang tua, ketika orang tua depresi atau stres karena menghadapi persoalan hidup, anak pun menjadi pelampiasan kekecewaan.

Selain itu, kecekatan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi diharapkan dapat membantu menekan angka kekerasan anak. Karena itu, pemerintah harus menjadikan masalah kemiskinan dan penyediaan lapangan pekerjaan sebagai prioritas utama.

Lebih penting lagi, kesadaran masyarakat untuk ikut membantu mengawasi dan melindungi anak-anak juga perlu ditingkatkan. Kalau ada tetangga yang memukul anaknya, kita harus berani menegur dan mencegahnya. Sebab, anak-anak dilindungi undang-undang..

           Secara yuridis formal, pemerintah telah memiliki Undang-Undang (UU) No 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak, UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, UU No 3/1997 tentang Pengadilan Anak, Keputusan Presiden No 36/1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak. Meski demikian, realitas kesejahteraan anak masih jauh dari harapan. Di pelosok nagari/desa, kemiskinan, pernikahan dini, minimnya pendidikan, dan kondisi kesehatan yang buruk mendorong anak perempuan terjerembap dalam prostitusi dan masuk dalam jerat perdagangan manusia.

Karena itu, untuk menanggulangi persoalan tersebut, perlu ada penegakan hukum maksimal. Sebab, bukan tidak mungkin fakta-fakta tentang kesengsaraan dan kesusahan hidup anak akan mengakibatkan persoalan yang sangat pelik di masa mendatang.

Adapun langkah nyata yang harus dilakukan adalah penguatan ketahanan keluarga, memberikan pola asuh yang benar pada anak dengan penuh kasih sayang. menerapkan nilai-nilai agama, kemudian mengkampanyekan penghapusan kekerasan terhadap anak, seperti pemasangan stiker, pelatihan kepada ibu-ibu, dan dukungan dari pemerintah daerah agar hak-hak anak perlu dilindungi.

         Selamat Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli 2020, semoga anak-anak kita mendapatkan perlindungan dan pengasuhan yang penuh kasih sayang dalam keluarga.(SZ)